Senin, 23 Mei 2011

PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan yang hidup pada suatu masyarakat, pada dasarnya merupakan gambaran dari pola pikir, tingkah laku, dan nilai yang dianut oleh masyarakat. Dari sudut pandang ini, agama disatu sisi memberikan kontribusi terhadap nilai-nilai budaya yang ada, sehingga agama pun bisa berjalan atau bahkan akomodatif dengan nilai-nilai budaya yang sedang dianutnya. Pada sisi lain, karena agama sebagai wahyu dan memiliki kebenaran yang mutlak, maka agama tidak bisa disejajarkan dengan nilai-nilai budaya setempat, bahkan agama harus menjadi sumber nilai bagi kelangsungan nilai-nilai budaya itu. Disinilah terjadi hubungan timbal balik antara agama dengan budaya. Persoalanya adalah apakah agama lebih dominan mempengaruhi terhadap budaya, atau sebaliknya apakah budaya lebih dominan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam kajian sosiologi, baik agama maupun budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Agresi adalah salah satu perilaku yang menyakiti orang lain dan ini erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan agama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana relasi antara kebudayaan dan tradisi keagamaan?
2. Bagaimana hubungan antara tradisi keagamaan dan sikap keagamaan?
3. Bagaimana pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan?



C. Tujuan
1. Untuk mengetahui relasi antara kebudayaan dan tradisi keagamaan
2. Untuk mengetahui hubungan antara tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
3. Untuk mengetahui pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan












BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebudayaan dan tradisi keagamaan
Herskouits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Sementara, menurut Andreas Eppink kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain. Sementara itu Corel R. E dan Melvin E. (seorang ahli antropologi – budaya) memberikan konsep kebudayaan umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku yang selah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu (yang meliputi) hal – hal seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan tertentu, musik, kebiasaan, pekerjaan, larangan-larangan dan sebagainya.
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebaga aspek – aspek dar kebudayaan itu sendiri yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam bertindak dan bertingkah laku, maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat.
Tradisi menurut Parsudi Suparlan, merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Umumnya tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama. Mitos lahir dari tradisi yang sudah mengakar kuat disuatu masyarakat, sementara agama dipahami berdasarkan kultus setempat sehingga mempengaruhi tradisi.
Dari sudut pandang sosiologi, tradisi merupakan suatu pranata sosial, karena tradisi dijadikan kerangka acuan norma ini ada yang bersifat sekunder dan primer. Pranata sekunder ini bersifat fleksibel mudah berubah sesuai dengan situasi yang diinginkan, sedangkan pranata primaer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, serta kelestarian masyarakatnya, karena pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu pranata ini tidak dengan mudah dapat berubah begitu saja.
Mengacu pada penjelasan di atas, tradisi keagamaan termasuk ke dalam pranata primer, karena tradisi keagamaan ini mengadung unsur-unsur yang berkaitan dengan ketuhanan atau keyakinan, tindakan keagamaan, perasaan – perasaan yang bersifat mistik, penyembahan kepada yang suci, dan keyakinan terhadap nilai – nilai yang hakiki. Dengan demikian, tradisi keagamaan sulit berubah, karena selain didukung oleh masyarakat juga memuat sejumlah unsur – unsur yang memiliki nilai – nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Tradisi keagamaan mengadung nilai-nilai yang sangat penting yang berkaitan erat dengan agama yang dianut masyarakat, atau pribadi – pribadi pemeluk agama tersebut.
Dalam suatu masyarakat yang warganya terdiri atas pemeluk agama, maka secara umum pranata keagamaan menjadi salah satu pranata kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut. Dalam konteks seperti ini terlihat hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Bila kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat, maka dalam masyarakat pemeluk agama perangkat – perangkat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma – norma kehidupan akan cenderung mengandung muatan keagamaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, hubungan antara kegamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal balik. Makin kuat tradisi keagamaan dalam suatu masyarakat akan makin terlihat peran akan makin dominan pengaruhnya dalam kebudayaan.



B. Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi, sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama, tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi utama yang mempunyai peran ganda. Yaitu bagi masyarakat maupun individu. Fungsi yang pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan keterpaduan masyarakat maupun individu. Sedangkan fungsi yang kedua yaitu tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau diri individu, bahkan dalam situasi terjadinya konfilik sekalipun.
Sikap dan keberagamaan seseorang atau sekelompok orang bisa berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan budaya dimana agama itu hidup dan berkembang. Demikian pula budaya mengalami perkembangan dan tranformasi. Transformasi budaya merupakan perubahan yang menyangkut nilai-nilai dan struktural sosial. Proses perubahan sturuktur sosial akan menyangkut masalah-masalah disiplin sosial, solidaritas sosial, keadilan sosial, system sosial, mobilitas sosial dan tindakan-tindakan keagamaan. Tranformasi budaya yang tidak berakar pada nilai budya bangsa yang beragam akan mengendorkan disiplin sosial dan solidaritas sosial, dan pada gilirannya unsur keadilan sosial akan sukar diwujudkan.



C. Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan
Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kamajuan IPTEK terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia semakin transparan. Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba boleh (permissiveness). Apa yang sebelumnya dianggap sebagai tabu, selanjutnya dapat diterima dan dianggap biasa. Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses perubahan sistem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, barang kali dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti bahwa apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh individu maupun masyarakat, maka mereka akan menerimanya.
Secara fenomina, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya.
Dalam situasi seperti itu, bisa saja terjadi berbagai kemungkinan. Pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan mengalami kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan pilihan guna menentramkan gejolak dalam jiwanya.
Namun lepas dari itu semua dapat menjadi kegilaan karena strees yang menurut Alexander itu adalah fenomena alamiah dan bisa disembuhkan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia yang di dalamnya terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebagai aspek dari kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat karena kebudayaan merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat.
Tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Secara fenomina, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan dampak globalisasi dapat dilihat melalui  hubungan dengan perubahan sikap, seperti hilangnya pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat dan bersumber dari ajaran agama.
Karena masalah di dalam kehidupan, banyak orang-orang kadang meninggalkan dunia yang dihuninya pergi ke dunia lainnya, dengan kekuatan jiwanya. Daya jiwa itu adalah fantasy.
Tiga jenis pengalamanyang bisa dimasukkan diantara berbagai faktor yangmemberi sumbangan terhadap (perkembangan) sikap kegamaan: pengalaman mengenai dunia nyata, mengenai konflik moral, dan mengenai keadaan-keadaan emosional tertentu. Menurut teori Adler , satu-satunya kekuatan dinamik yang melatarbelakangi aktivitas manusia adalah perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (striving for superiority).

B. Saran dan Kritik
Dalam makalah ini tentunya akan ada kekurangan-kekurangan argumentasi atau mugkin terdapat kekeliruan dalam penulisan atau susunan kata-kata, oleh karena itu kritik dan saran kami butuhkan guna perbaikan berikutnya. Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam, kami sarankan juga untuk membaca referensi-referensi lain yang terkait dengan pengaruh kebudayaan terhadap jiwa keagamaan.













DAFTAR PUSTAKA

Sears  David.O, Psikologi Sosial jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1985.
Sujanto Agus, Psikologi Umum, PT. Bumi Aksara, Jakarta 2004.
Thoules Robet.H, Pengantar Psikologi Agama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000.
Alwisol, Psikologi Kepribadian, UMM Press, Malang, 2000.
Duran V. Mark, Psikologi Abnormal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006.

Minggu, 22 Mei 2011

UNSUR-UNSUR, FUNGSI, DAN TUJUAN PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika memperoleh jawaban yang jelas dan benar tentang apa yang dimaksud pendidikan. Jawaban yang benar tentang pendidikan diperoleh melalui pemahaman terhadap unsur-unsurnya, konsepdasar yang melandasinya, dan wujud pendidikan sebagi sistem. Bab II ini akan mengkaji pengertian pendidikan,unsur-unsur pendidikan, dan sistem pendidikan.
Ketika semua unsur pendidikan mengetahui perannya masing- masing, maka ini akan mempermudah dalam menggapai tujuan dari pendidikan tersebut. Namun, sekedar mengetahui bukanlah hal yang dianggap cukup. Kesadaran akan pengaplikasian yang penuh keikhlasan adalah sesuatu yang lebih penting karena dalam mendidik dibutuhkan seorang pendidik yang tangguh dan penuh kesabaran dalam menyalurkan segala ilmu yang ia punya.
Semua unsur- unsur dalam pendidikan haruslah saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Ini dikarenakan banyak hal yang dapat mengakibatkan suatu proses pembelajaran. Pada saat ini banyak sekali seorang pendidik yang tidak patuh pada peraturan yang berakibat melemahnya suatu misi untuk mencapai visi secara maksinal.

B. Rumusan Masalah
Apakah pengertian dari pendidikan itu ?
Apa sajakah unsur- unsur yang membangun suatu sisitem pendidikan ?
Apakah tujuan dari pendidikan itu ?
Apa yang dimaksud dengan sisitem pendidikaan itu ?

C. Tujuan Pembahasan
Dengan adanya pembahasan ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mengerti berbagai hal yang membangun dan menyusun suatu sistem pendidikan. Dapat menjelaskan unsur- unsur pendidikan. Mengetahui tujuan dari pendidikan itu sendiri sehingga mampu menerapkan dan mengidentifikasikan pad kehidupan di sekeliling mereka.
Setiap mahasiswa kususnya yang bergerak di program akademik pendidikan lebih memahami berbagai kemungkinan dan segala hal yang dapat terjadi sehingga suatu tujuan dasar dari pendidikan dapat dengan mudah di capai.
BAB II
PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN PENDIDIKAN

1. Batasan tentang Pendidikan
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a. Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.
c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.


e. Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.


B. UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
1. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
  1. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
  2.  Individu yang sedang berkembang.
  3.  Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
  4. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2. Orang yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
a.     Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
b.     Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

C. DASAR, TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN
A. Dasar Pendidikan
Dasar pendidikan di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu dasar idiil (Pancasila), konstitusional (UUD 1945), dan operasional (GBHN dan Keputusan Mendikbud).
Secara Yuridis dasar pendidikan tercantum pada:
1) UUD No. 4 Tahun 1950
Menyatakan bahwa: “ Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas- asas yang termaktub dalam UUD Negara Republik Indonesia dan Kebudayaan Kebangsaan Indonesia.”
2) UU No. 12 Tahun 1954
Undang- undang ini hanya merupakan pernyataan berlakunya Undang- Undang No. 4 /1950.
3) Ketetapan MPR No. XXVII/ MPRS/ 1966
Berbunyi: “ Dasar pedidikan adalah falsafah Negara Pancasila.”
4) Ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1978, Tap MPR No. II/ 1983 dan Tap MPR No. II/ MPR/ 1988
Pada ketiga ketetapan  tersebut rumusannya sama, yaitu “Pendidikan nasional berdasarkan pancasila . . . .“

5) UU RI No. 2 Tahun 1989
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Bab II, pasal 2).

B. Tujuan Pendidikan
Salah satu tujuan pendidikan bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.
Secar eksplinsip dan hierakhi dasar utama tujuan pendidikan antara lain termaktub pada:
1) UU No. 4 Tahun 1950
 Pada Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa, “ Tujuan pendidikan dan pembelajaran adalah membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
2) UU No. 12 Tahun 1954, dll.
Rumusan dan tujuannya sama dengan UU No. 4 Tahun 1950.

Secara hierarkhi tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan:
 (1) Tujuan UmumPendidikan Nasional.           
Tercantum dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 bab II Pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut: “ Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
(2) Tujuan Institusional.
Yaitu tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga tertentu. Tujuan ini harus sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional. Lembaga yang dimaksud adalah lembaga pendidikan tinggi, lembaga pendidikan menengah, lembaga pendidikan dasar, baik yang kejuruan ataupun umum.
(3) Tujuan Kurikuler.
Yaitu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi. Tujuan ini adalah pengembangan dari tujuan institusional. Setiap lembsgs tertentu di bebani oleh suatu tanggung jawab tercapainya tujuan institusional yang brsangkutan. Hal ini dapat dicapai dengan melalui tujuan kurikuler.
(4) Tujuan Instruksional.
Yaitu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap tujuan pokok bahasan atau subpokok bahasan yang merupakan baagian dari bidang studi. Tujuan ini merupakan penjabaran dari tujuan kulikuler.




















DAFTAR PUSTAKA


Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 2000.
Ali, Kemas Mas’ud. Dasar- Dasar Pendidikan._. Bengkulu.2008.
Ekosusilo, Madyo dan Kasihadi. Dasar- Dasar Pendidikan. Effhar Publising. Semarang. 1993.
Hasbullah. Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2001.
Ihsan, Fuad. Dasar- Dasar Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 2003.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan: Sebuah Study Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Uumnya dan Pendidikan di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2001.