PESAN PENYUSUN: Gunakan literatur ini untuk memperkaya bahasan karya ilmiah/makalah kamu sesuai dengan ketentuan ilmu ilmiah yang berlaku. UNTUK KARYA ILMIAH JANGAN COPAS doank!
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dunia
pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang
dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga
mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara
menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan)
maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang
seobyektif mungkin.
Dengan
demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan
belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena
berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan
untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan,
kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa.
Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa
untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi
permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif
dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan
mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Berkait
dengan kegiatan diagnosis, secara garis besar dapat diklasifikasikan ragam
diagnosis ada dua macam, yaitu diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis
yang mengklasifikasi masalah.
B.
Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam
makalah ini adalah :
a. Mengidintifikasi
berbagai permasalahan kesulitan pembelajaran.
b. Mengkaji berbagai
persoalan tentang permasalahan belajar.
c. Alternatif mengatasi
permasalahan pembelajaran.
C.
Lingkup Pembahasan
Ruang
lingkup pembahasan dalam makalah ini difokuskan pada kesulitan belajar,
bimbingan belajar, model pembelajaran yang bisa diaterapkan dan bagaimana
mengatasi masalah kesulitan belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kesulitan Belajar
Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh
kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun
di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami
berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan
belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar
adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya
respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar,
potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau
terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar
yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang
sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya,
mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan
lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction, merupakan gejala
dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi
atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka
dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu kepada siswa
yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas
normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah
dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul
(IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat
rendah.
4.
Slow Learner atau lambat belajar
adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu
yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan
belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari
belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila
diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil
belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama
merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi
sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan
penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok
yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang
diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan
belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai
dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Siswa yang
mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan
tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif .
Beberapa
perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1.
Menunjukkan hasil belajar yang rendah di
bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang
dimilikinya.
2.
Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan
usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar,
tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan
belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang
disediakan.
4.
Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar,
seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.
Menunjukkan perilaku yang berkelainan,
seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu
di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur
dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6.
Menunjukkan gejala emosional yang kurang
wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang
gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai
rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Untuk dapat
menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan
belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan
kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami
kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau
kemajuan belajar siswa :
1.
Tujuan pendidikan
Dalam
keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen
pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan
pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan
guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target
tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan,
apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan
mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian
tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus
dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang
dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut.
Secara
statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika
siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang
harus dicapai.
2.
Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan
seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil
belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh
prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan.
Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di
bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai
yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan
dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat
menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa
yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.
3.
Perbandingan antara potensi dan prestasi
Prestasi
belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya,
baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi
cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula.
Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh
prestasi belajar yang rendah pula.
Siswa
dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak
sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah
mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ)
sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun
ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan
tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8.
Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut
dengan istilah underachiever.
4.
Kepribadian
Hasil
belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh
kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan
dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan
pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila
menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari
seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos,
menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.
B.
Diagnostik mengatasi
kesulitan belajar
Belajar pada
dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu,
sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya,
para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak
memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu
menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan
dalam mencapai hasil belajar.
1.
Diagnosis
Diagnosis
merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar
faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi
input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua
bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan
belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam
diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan,
bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b)
faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk
didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
2.
Prognosis
Langkah ini
untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk
diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua
dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih
dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang
kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
3.
Tes diagnostik
Pada konteks
ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik kesulitan belajar yang
kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat diketahui letak
kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka guru atau
pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan guna
menolong siswa tersebut.
Tes
dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi
bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan
karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan
belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni
masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek
pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Agar
memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data
tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah
dan terarah.
Sejalan
dengan kebijakan pemerintah tentang dilaksanakannya ujian akhir nasional (UAN)
dengan standar nilai 4,01, boleh jadi bagi sebagian siswa sangat berat. Pihak
sekolah dalam menghadapi salah satu antisipasinya pihak sekolah atau guru,
harus memberi perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan individual siswa
tersebut. Perhatian yang dimaksud yakni dengan menyelenggarakan tes diagnostik.
Jika tes itu dilaksanakan dengan efektif dan efesien, penulis yakin permasalah
perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan dengan baik
C.
Bimbingan Belajar
Bimbingan
belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh
melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1. Identifikasi
kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
1. Call
them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar
membutuhkan layanan bimbingan.
2. Maintain
good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan
kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3. Developing
a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah
penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara
mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes,
seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk
dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4. Melakukan
analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat
dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
5. Melakukan
analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2.
Identifikasi Masalah
Langkah ini
merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi
masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek :
(a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi
dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g)
agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga;
dan (j) waktu senggang.
3.
Remedial atau referal
(Alih Tangan Kasus)
Jika jenis
dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau
guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau
guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau
guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten.
4.
Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun
yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan
(treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi
siswa.
Berkenaan
dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria
keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
·
Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh
siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
·
Perasaan positif sebagai dampak dari proses
dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
·
Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih
lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
D.
Mengatasi Kesulitan
Belajar
Kesulitan
belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua
bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak
usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai
dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Di
masa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal
pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral,
skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Masalah
disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak sejak kecil sudah harus
ditanamkan disiplin. Jika, tidak sangat menentukan perkembangan karakter anak
tersebut. Di dalam kebudayaan Bugis-Makassar ada istilah macanga-canga atau
memandang enteng persoalan. Sering menunda-nunda jadwal belajar.
Dalam
menghadapi perilaku anak seperti ini, dalalm artikel Ibu Anak disebutkan
setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Namun, sebelum memperhatikan
hal tersebut, orangtua hendaknya tidak mudah jatuh iba sehingga mengambil alih
tugas anak. Tentu dengan tujuan meringankan agar mereka bisa mengerjakan
pekerjaan rumah misalnya.
Sekali lagi
orangtua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi
bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi
menyenangkan.
1.
Perhatikan Mood. Untuk mengenal mood anak,
seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar anak. Apakah anak
belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam suasana
hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap.
2.
Siapkan Ruang Belajar. Kesulitan belajar
anak bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu, coba
sediakan tempat belajar untuk anak.
3.
Komunikasi.
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu
mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada
kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Selamat mencoba.
Sempatkan juga waktu dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Selamat mencoba.
Langkah-Langkah
Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian Stanley, langkah-langkah
mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :
1. Langkah-langkah
diagnosis yang meliputi aktifitas, berupa
a.
Identifikasi kasus
b.
Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan
c. Menemukan
faktor penyebab baik secara internal maupun eksternal
2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3. Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3. Langkah Terapi yaitu langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain pengajaran remedial, transfer atau referal.
4. Mengidentifikasi
siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
5. Mengalokasikan
letaknya kesulitan atau permasalahannya,
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
6. Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7. Memperkirakan
alternatif pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang
bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau kontradiktif.
Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
1. Banyak sebab yang menimbulkan pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang nampak pada seorang siswa disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan yang lain yang memperlihatkan gejala yang sama.
2. Banyak pola gejala yang ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampak sama, dapat mengakibatkan gejala yang berbeda-beda bagi siswa yang berlainan perlu diperhatikan adanya kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal siswa.
3. Sebab-sebab yang saling berkaitan dengan yang lain. Kesulitan yang menimbulkan reaksi dari orang-orang disekelilingnya atau yang menyebabkan dia bereaksi pada dirinya sendiri dengan cara yang selanjutnya , menyebabkan timbulnya kesulitan yang baru.
Proses pemecahan kesulitan belajar pada siswa yaitu dimulai dengan
memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.
Dalam proses pemberian bantuan, diperlukan bimbingan yang intensif dan
berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.
Kemampuan yang Harus Dimiliki Konselor Berkait dengan perannya sebagai seorang konselor, tiap individu konselor harus memiliki kemampuan yang profesional yaitu mampu melakukan langkah-langkah :
1. Mengumpulkan data tentang siswa
2. Mengamati tingkah laku siswa
3. Mengenal siswa yang memerlukan bantuan khusus
4. Mengadakan komunukasi dengan orang tua siswa untuk memperoleh keterangan dalam pendidikan anak.
5. Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga yang terkait untuk membantu memecahkan masalah siswa
6. Membuat catatan pribadi siswa
7. Menyelenggarakan bimbingan kelompok ataupun individual
8. Bekerjasama dengan konselor yang lain dalam menyusun program bimbingan sekolah
9. meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah
Mengingat sedemikian pentingnya peranan dan tanggung jawab konselor,
maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.
Dengan dimilikinya kecakapan dan persyaratan khusus seperti terurai di atas, seorang konselor diharapkan mampu membantu mengatasi dan memecahkan masalah kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Namun perlu diingat bahwa keberhasilan suatu konseling akan bisa maksimal apabila ada keterbukaan dan kepercayaan antara pihak klien dan konselor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui media klinik pembelajaran.
Klinik Pembelajaran merupakan wadah bagi guru untuk melakukan serangkaian upaya yaitu kegiatan refleksi, penemuan masalah, pemecahan masalah melalui beragam strategi untuk meningkatkan ketrampilan dalam mengelola pembelajaran. Strategi utama yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Karena Klinik Pembelajaran merupakan milik bersama para guru, maka tempat ini dapat digunakan dengan bebas untuk berdiskusi, melakukan refleksi atau merenung tentang proses pembelajaran yang telah dijalani, bersimulasi, misalnya bagaimana cara mengajarkan suatu konsep dengan menyenangkan, dan membuat catatan bersama-sama dengan teman sejawat. Di Klinik Pembelajaran, para supervisor akan membantu dalam melakukan berbagai kegiatan tersebut.
Dalam klinik pembelajaran analisis kesulitan pembelajaran dapat dilalui dengan identifikasi kesulitan belajar, mengadakan diagnosis kesulitan belajar, melakukan bimbingan dan konseling belajar, dan kemudian menetapkan model pembelajaran serta mengatasi kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya.2002 Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
Abin Syamsuddin, 2003, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Prayitno dan Erman Anti, 1995, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : P2LPTK Depdikbud Suyanto. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta : Adicipta..
Danim Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Winkel, W.S. 1991, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : Gramedia
E. Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Ngalim Purwanto. 2004. Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta : Grasindo.
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak belakang atau kontradiktif.
Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
1. Banyak sebab yang menimbulkan pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang nampak pada seorang siswa disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan yang lain yang memperlihatkan gejala yang sama.
2. Banyak pola gejala yang ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampak sama, dapat mengakibatkan gejala yang berbeda-beda bagi siswa yang berlainan perlu diperhatikan adanya kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal siswa.
3. Sebab-sebab yang saling berkaitan dengan yang lain. Kesulitan yang menimbulkan reaksi dari orang-orang disekelilingnya atau yang menyebabkan dia bereaksi pada dirinya sendiri dengan cara yang selanjutnya , menyebabkan timbulnya kesulitan yang baru.
Proses pemecahan kesulitan belajar pada siswa yaitu dimulai dengan
memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.
Dalam proses pemberian bantuan, diperlukan bimbingan yang intensif dan
berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.
Kemampuan yang Harus Dimiliki Konselor Berkait dengan perannya sebagai seorang konselor, tiap individu konselor harus memiliki kemampuan yang profesional yaitu mampu melakukan langkah-langkah :
1. Mengumpulkan data tentang siswa
2. Mengamati tingkah laku siswa
3. Mengenal siswa yang memerlukan bantuan khusus
4. Mengadakan komunukasi dengan orang tua siswa untuk memperoleh keterangan dalam pendidikan anak.
5. Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga yang terkait untuk membantu memecahkan masalah siswa
6. Membuat catatan pribadi siswa
7. Menyelenggarakan bimbingan kelompok ataupun individual
8. Bekerjasama dengan konselor yang lain dalam menyusun program bimbingan sekolah
9. meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah
Mengingat sedemikian pentingnya peranan dan tanggung jawab konselor,
maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.
Dengan dimilikinya kecakapan dan persyaratan khusus seperti terurai di atas, seorang konselor diharapkan mampu membantu mengatasi dan memecahkan masalah kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Namun perlu diingat bahwa keberhasilan suatu konseling akan bisa maksimal apabila ada keterbukaan dan kepercayaan antara pihak klien dan konselor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan terapi terhadap permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui media klinik pembelajaran.
Klinik Pembelajaran merupakan wadah bagi guru untuk melakukan serangkaian upaya yaitu kegiatan refleksi, penemuan masalah, pemecahan masalah melalui beragam strategi untuk meningkatkan ketrampilan dalam mengelola pembelajaran. Strategi utama yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Karena Klinik Pembelajaran merupakan milik bersama para guru, maka tempat ini dapat digunakan dengan bebas untuk berdiskusi, melakukan refleksi atau merenung tentang proses pembelajaran yang telah dijalani, bersimulasi, misalnya bagaimana cara mengajarkan suatu konsep dengan menyenangkan, dan membuat catatan bersama-sama dengan teman sejawat. Di Klinik Pembelajaran, para supervisor akan membantu dalam melakukan berbagai kegiatan tersebut.
Dalam klinik pembelajaran analisis kesulitan pembelajaran dapat dilalui dengan identifikasi kesulitan belajar, mengadakan diagnosis kesulitan belajar, melakukan bimbingan dan konseling belajar, dan kemudian menetapkan model pembelajaran serta mengatasi kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya.2002 Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
Abin Syamsuddin, 2003, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Prayitno dan Erman Anti, 1995, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : P2LPTK Depdikbud Suyanto. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta : Adicipta..
Danim Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Winkel, W.S. 1991, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : Gramedia
E. Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Ngalim Purwanto. 2004. Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta : Grasindo.
lah ....gk bermtu cuma smbong doank....
BalasHapus