PESAN PENULIS: Jangan murni copas jika untuk tugas kuliah, gunakan literatur ini untuk memperkaya karya ilmiah kamu dengan mencantumkan sumber situs ini!
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah
Swt. Telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik penciptaan dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Manusia dikaruniakan beberapa potensi yang sangat
istimewa yaitu akal, Qalbu, nafsu, dan Ruh. Keempat potensi tersebut akan mampu
membuat manusia memiliki derajat yang tinggi dibandingkan dengan malaikat
apabila digunakan dan dimanfaatkan dengan baik dan sesuai dengan petunjuk Allah
Swt.
Namun,
keempat potensi tersebut dalam waktu-waktu tertentu malah dapat menghinakan dan
menjatuhkan derajat manusia ke tempat serendah-rendahnya tempat kembali. Hal
ini dapat saja terjadi apabila manusia tersebut tidak pandai dan tidak bijak
dalam menggunakan potensi-potensi tersebut dengan selalu meremehkan dan tidak
memperdulikan peringatan serta aturan agama Islam yang telah banyak diserukan.
Maka
demikian pentingnya sehingga pembahasan mengenai keempat potensi tersebut yaitu
akal, qalbu, nafsu dan ruh merupakan suatu materi yang sangat perlu untuk
dibedah dalam ranah ilmu pengetahuan dalam segi bentuk tasawuf. Dengan begitu,
dapat memberikan pemahaman tentang keadaan yang sebenarnya pada diri manusia
itu sendiri yang nantinya bisa memberikan kontriibusi terhadapat Mahasisiwa
atau pembaca mengenai bagaimana bersikap lebih bijak terhadap tingkahlaku di
dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apasajakah
potensi yang dimiliki manusia?
2.
Apakah
yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya?
3.
Bagaimanakah
bentuk sumbangsih dari potensi-potensi tersebut bagi kehidupan manusia?
4.
Apakah
pengaruh dan akibat dari pemanfaatan potensi-potensi tersebut secara negatif
bagi kehidupan manusia itu sendiri?
C.
Tujuan Pembahasan
Makalah
ini bertujuan memberikan pemahaman dan pengertian tentang keempat potensi
manusia yaitu akal, qalbu, nafsu dan ruh kepada para Mahasiswa atau pembaca
sehingga mampu memberikan suatu sumbangsih dalam ilmu pengetahuan terutama
dalam ranah ilmu Tasawuf. Maka memahami dengan benar melalui berbagai sumber
bacaan yang lebih mengedepankan dasar utama umat Islam, Al-Quran dan As-Sunnah
menjadi harapan dan doa serta tujuan utama pembahasan ini diangkat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Akal
Manusia adalah maklhuk yang sempurna di antara semua maklhuk
ciptaan Allah lantaran manusia di beri akal pikiran, inilah yang membuat
manusia ini begitu sempurna. Bangsa jin dan setan diberi akal pikiran namun
tidak sesempurna manusia, tapi mereka di beri kelebihan di dalam jasadnya,
jasad mereka lepas dari ruang dan waktu sedangkan kita manusia memiliki
kelebihan akal pikiran yang sempurna bahkan akal pikirannya mampu menembus
ruang dan waktu, namun jasad manusia tidak mampu untuk menembus ruang dan
waktu.
Tumbuhan dan hewan,
mereka tidak diberi akal pikiran dan jasad yang mampu menembus ruang dan waktu
tersebut namun mereka di beri kelebihan roh, roh itu suci dan selamanya suci. Tumbuhan
dan hewan bergerak berdasarkan insting
mereka karena rohnya yang suci dan mereka mampu merasakan Keagungan dan
Kebesaran Allah SWT.
Oleh sebab itu tumbuhan
dan hewan tidak mempunyai dosa lantaran kesucian ruh tersebut, andaikata hewan
membunuh hewan lain bahkan membunuh manusia, mereka tetap tidak berdosa karena
mereka hanya mengikuti insting hewani mereka begitu juga dengan tumbuhan.
Pada Al Quran Allah
berfirman tentang penggunaan akal ini yaitu terdapat di dalam surat Al An’am:
32
$tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) Ò=Ïès9 ×qôgs9ur ( â#¤$#s9ur äotÅzFy$# ×öyz tûïÏ%©#Ïj9 tbqà)Gt 3 xsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÌËÈ
Artinya:
dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka.
dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya?
Maksudnya: kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan
tidak kekal. janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia,
serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.
Di antara ketiga (Ruh,
Akal dan Jasad) yang paling kuat adalah ruh kemudian akal pikiran baru yang
terakhir jasad. Lalu yang jadi pertannyaan, kalau memang Ruh yang lebih kuat
kenapa manusia yang memiliki kelebihan akal pikiran menjadi maklhuk yang
sempurna?.jawabanya mudah saja, dengan akal pikiran kita mampu mengendalikan
ruh dan jasad.
Hal ini sudah terbukti
secara ilmiah dan logis. Dalam ajaran Psikologi di ajarkan bagaimana cara
mengoptimalkan akal pikiran manusia, sehingga manusia mampu menggunakan Hipnosis,
Telephati dan sebagainya, hal itu bisa terjadi karena akal pikiran kita sudah
bertemu dan berkomunikasi dengan ruh dan jasad kita. Kesadaran beragamapun
merupakan salah satu hasil dari pengoptimalan akal pikiran. Manusia sering
disebut dengan homoreligious (makhluk beragama)[1].
Dalam ajaran Islam di
masa Nabi Adam As, sebenarnya sudah di ajarkan cara untuk mengoptimalkan akal
pikiran. Semua orang-orang pilihan Allah seperti Rasul, Nabi, Wali dan lain
sebagainya, beliau sudah mampu mengendalikan ketiga-tiganya. Contoh simple,
Nabi Sulaiman As, beliau mampu berkomunikasi dengan hewan,tumbuhan dan juga
jin.
Bagaimana hal tersebut
bisa terjadi?, karena Nabi Sulaiman As sudah mengendalikan ketiga hal tersebut
(Ruh, Akal, dan Jasad). Beliau berkomunikasi dengan hewan dan tumbuhan
menggunakan ruh, Karena Beliau sudah mempu mengendalikan Ruh dalam diri beliau
sehingga masuk akal apabila ruh bertemu dengan ruh akan mampu berkomunikasi
karena hewan dan tumbuhan di beri kelebihan Ruh oleh Allah seperti yang saya
terangkan di atas. Begitu juga dengan jin, Nabi Sulaiman As menggunakan kemampuan
jasadnya untuk berkomunikasi dengan jasad juga (jin). Dan masih banyak
contoh-contoh lain seperti Nabi Sulaiman.
Dengan akal pikiran
kita mampu mengendalikan 2 kemampuan maklhuk lain (jin,hewan dan tumbuhan).
Dengan akal pikiran kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar.
Dengan akal pikiran kita bisa mencapai Allah jauh lebih cepat dari kecepatan
cahaya bahkan lebih. Apapun bisa kita lakukan dengan akal pikiran kita,kalau
kita mau mempelajarinya lebih jauh lagi. Hal ini lah yang membuat manusia
menjadi maklhuk yang sempurna di anatara maklhuk lain ciptaan Allah.
Allah memberi kemampuan
yang sempurna ke pada manusia berupa akal pikiran, namun banyak manusia yang
salah jalan dengan akal pikirannya. “ Dengan kemampuan yang besar disitu terletak
tanggung jawab yang besar pula”. Memang benar akal pikiran kita mampu
melakukan apapun dan tidak ada hal yang mustahil akan tetapi dengan akal
pikiran kita juga bisa terjebak ke dalam kemaksiatan. Oleh sebab itu di butuh
kan Ruh dan Jasad untuk mengatur keseimbangan akal pikiran kita agar kita semua
tidak salah jalan.
Banyak sekali
metode-metode untuk menseimbangkan ke 3 kemampuan itu. Dalam Psikologi 3
kemampuan tersebut menjadi Needs (Jasad),Ego(Akal Pikiran), dan Super Ego
(Ruh). Ke 3nya harus seimbang untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam diri
manusia terdapat sejumlah potensi untuk memberi arah kehidupan yaitu naluriah,
inderawi, nalar dan agama[2]. Adapun
metode islami, yaitu sholat. Kita terkadang meremehkan hakikatnya sholat dan
kita sering menganggap sholat itu hanya kewajiban tanpa berfikir dulu.
B.
Qalbu
Pengetahuan
yang diperoleh seseorang yang saleh dari Allah SWT melalui ilham dan tanpa
dipelajari lebih dahulu melalui suatu jenjang pendidikan tertentu. Oleh sebab
itu, ilmu tersebut bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya
tergantung atas kehendak dan karunia Allah SWT.
Di
dalam tasawuf dibedakan tiga jenis alat untuk komunikasi rohaniah, yakni kalbu
(hati nurani) untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai-Nya dan
bagian yang paling dalam yakni sirr (rahasia) untuk musyahadah (menyaksikan
keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT secara yakin sehingga tidak
terjajah lagi oleh nafsu amarah) kepada-Nya.
Meski
dianggap memiliki hubungan misterius dengan jantung secara jasmani, kalbu
bukanlah daging atau darah, melainkan suatu benda halus yang mempunyai potensi
untuk mengetahui esensi segala sesuatu. Lapisan dalam dari kalbu disebut roh;
sedangkan bagian terdalam dinamakan sirr, kesemuanya itu secara umum disebut hati.
Apabila ketiga organ tersebut telah
disucikan sesuci-sucinya dan telah dikosongkan dari segala hal yang buruk lalu
diisi dengan dzikir yang mendalam, maka hati itu akan dapat mengetahui Tuhan.
Mengenai
qalbu ini, Allah berfirman:
y#©9r&ur ú÷üt/ öNÍkÍ5qè=è% 4
öqs9 |Mø)xÿRr& $tB Îû ÇÚöF{$# $YèÏHsd !$¨B |Møÿ©9r& ú÷üt/ óOÎgÎ/qè=è% £`Å6»s9ur ©!$# y#©9r& öNæhuZ÷t/ 4
¼çm¯RÎ) îÍtã ÒOÅ3ym ÇÏÌÈ
Artinya:
dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman)[622]. walaupun
kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak
dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati
mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana. (Al-Anfaal: 63)
[622]
Penduduk Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj selalu bermusuhan
sebelum Nabi Muhammad s.a.w hijrah ke Medinah dan mereka masuk Islam,
permusuhan itu hilang.
Qalbu
dapat dianggap berpadanan dengan Ruh, yang memiliki aspek Rabbani
sebagaimana aspek ciptaannya. Salah satu di atara simbol-simbol agung Ruh
ialah matahari, yang merupakan hati alam semesta kita.[3]
Tuhan
akan melimpahkan nur cahaya keilahian-Nya kepada hati yang suci ini. Hati
seperti itu diumpamakan oleh kaum sufi dengan sebuah cermin. Apabila cermin
tadi telah dibersihkan dari debu dan noda-noda yang mengotorinya, niscaya ia
akan mengkilat, bersih dan bening. Pada saat itu cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar apa saya yang
ada ihadapannya.
Demikian
juga hati manusia. Apabila ia telah bersih, ia akan dapat memantulkan segala
sesuatu yang datang dari Tuhan. Pengetahuan seperti itu disebut makrifat
musyahadah atau ilmu laduni. Semakin tinggi makrifat seseorang semakin banyak
pula ia mengetahui rahasi-rahasia Tuhan dan ia pun semakin dekat dengan Tuhan.
Meskipun demikian, memperoleh makrifat atau ilmu laduni yang penuh dengan
rahasia-rahasia ketuhanan tidaklah mungkin karena manusia serba terbatas,
sedangkan ilmu Allah SWT tanpa batas, seperti dikatakan oleh Al-Junaid, seorang
sufi modern, "Cangkir teh tidak
akan dapat menampung segala air yang ada di samudera."
akan dapat menampung segala air yang ada di samudera."
Keberadaan
dan status ilmu laduni bukan tanpa alasan. Para sufi merujuk keberadaan ilmu
ini pada Alquran (QS Al Kahfi [18]:60-82) yang memaparkan beberapa episode
tentang kisah Nabi Musa AS dan Khidir AS. Kisah tersebut dijadikan oleh para
sufi sebagai alasan keberadaan dan status ilmu laduni.
Mereka
memandang Khidir AS sebagai orang yang mempunyai lmu laduni dan Musa AS sebagai
orang yang mempunyai pengetahuan biasa dan ilmu lahir. Ilmu tersebut dinamakan
ilmu laduni karena di dalam surah al-Kahfi ayat 65 disebutkan:
"wa'allamnahu min ladunna 'ilman.." (..dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya (Khidir AS) ilmu dari sisi Kami). Dengan demikian ilmu yang
diterima langsung oleh hati manusia melalui ilham, iluminasi (penerangan) atau
inspirasi dari sisi Tuhan disebut ilmu laduni.
C.
Nafs (Jiwa)
Mengenai
nafs ini, Allah-pun berfirman:
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢y ÇÊÉÈ
7. dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya),
8.
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
9.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10.
dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Dalam
bahasa Arab, nafs mempunyai
banyak arti, dan salah satunya adalah jiwa.. Nafs dalam arti jiwa
telah dibicarakan para ahli sejak kurun waktu yangsangat lama. Dan persoalan
nafs telah dibahas dalam kajian filsafat, psikologi dan juga ilmu tasawuf. Menurut Ar-Razi manusia adalah ungkapan tetang
fidik yang dikhususkan dan ada didalam
badan ini.[4]
Dalam filsafat, pengertian jiwa diklasifikasi dengan bermacammacamteori,
antara lain:
1. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan
substansi yang berjeniskhusus, yang dilawankan
dengan substansi materi, sehingga manusia dipandang
memiliki jiwa dan raga.
2. Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan
suatu jenis kemampuan,yakni semacam pelaku atau pengaruh dalam kegiatan-kegiatan.
3. Teori yang memandang jiwa sematamata sebagai
sejenis proses yang tampak pada organismeorganisme
hidup.
4. Teori yang menyamakan pengertian jiwa dengan
pengertian tingkah laku.
Dalam psikologi, jiwa lebih dihubungkan dengan
tingkah laku sehingga yang diselidiki oleh
psikologipsikologi adalah perbuatanperbuatan yangdipandang sebagai gejalagejala
dari jiwa. Teoriteori psikologi, baik psikoanalisa,Behaviorisme maupun Humanisme memandang jiwa sebagai suatu yang berada
di belakang tingkah laku. Sedangkan di kalangan ahli tasawuf, nafs
diartikan sesuatu yang melahirkan sifat tercela. AlGhazali (w. 1111 M.)
misalnya menyebut nafs sebagai pusat
potensi marah dan syahwat pada manusia dan sebagai pangkal dari segala
sifat tercela.
Pengertian ini antara lain dipahami dari
hadits yang artinya
musuhmu yang paling berat adalah nafsumu yang ada di dua sisimu.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nafs
(nafsu) juga dipahami sebagai dorongan hati
yang kuta untuk berbuat kurang baik, padahal dalam alQur’an nafs tidak selalu berkonotasi negatif. Kajian tentang
nafs merupakan bagian dari kajian tentan
hakikat manusiaitu sendiri. Manusia adalah makhluk yang bisa menempatkan
dirinya menjadisubyek dan obyek sekaligus. Kajian tentang manusia selalu
menarik, tercermin pada disiplin ilmu
yang berkembang, baik ilmu murni maupun ilmu terapan.
Tentang manusia, alQur’an menggunakan tiga
nama, yaitu menurut kebanyakan
tafsir, manusia sebagai basyar lebih menunjukkan sifat lahiriah serta
persamaannya dengan manusia sebagai satu keseluruhan sehingga Nabi pun
disebut sebagai basyar, sama seperti
yang lain, hanya saja beliau diberi wahyu oleh Tuhan, satu hal yangmembuatnya berbeda dengan basyar yang
lain, seperti dijelaskan dalam surat alKahfi/18: 110
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ×|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqã ¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_öt uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ wur õ8Îô³ç Íoy$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya
aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa
Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Sedangkan nama insan yang
berasal dari kata ‘uns yang
berarti jinak, harmoni dan tampak, atau
dari kata nasiya yang artinya lupa, atau dari nasa yanusu[5]
yang artinya berguncang, menunjuk kepada
manusia. Sifat orang
yang mempunyai nafsul amarah antara lain mudah marah, sombong, takabbur, tamak,
kikir , dengki dan hasud, sering memperturutkan keinginan syahwat secara
berlebihan. Contohnya Seseorang dengan dorongan
sifat marahnya, benci untuk menghadapi musuh karena takut dirinya
celaka, padahal menghadapi musuh lebih baiak untuk dirinya didunia dan
diakhirat, sementara ia mencari muka dan damai kepada musuhnya, padahal sikap
itu lebih buruk buat hidupnya baik didunia maupun diakhirat.[6]
Bagi manusia hanya ada dua pilihan , mengabdi pada kepentingan hawa
nafsu atau mengabdi Pada Allah. Orang yang mengabdi pada kepentingan hawa hawa
nafsu dia akan lupa kepada Allah, sebaliknya orang yang mengabdi pada Allah
harus rela mengalahkan kepentingan hawa nafsunya. Ia adalah awwab, yaitu
suka kembali kepada Allah dari kemaksiatan. Pulang kepada dzikrullah setelah
melalaikannya.[7]
Dua kepentingan yang berbeda ini tidak mungkin dijadikan satu . Seseorang tidak
mungkin mengabdi kepada Allah sambil memuaskan kepentingan hawa nafsunya, Kita
harus memilih satu diantara dua , mengabdi pada Allah atau pada kepentingan
hawa nafsu.
D.
Ruh
1.
Sifat Ruh
(Dari tulisan
Al-Ghazzali)
Bab ini mengenai tujuan
Allah dalam bersabda: “Ketika Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku...” (15:29)
A) Peniupan Ruh ke dalam Adam
“Menyempurnakan
kejadian” terdiri dari perbuatan terhadap sasaran yang berkaitan dengan ruh.
Sasaran itu adalah tanah liat dalam kasus Adam, dan biji dalam kasus anak-anak
[bani Adam, bani-nya, anak cucunya, keturunannya]. Oleh karena itu, manusia
menjadi sasaran transformasi [watak] dan pengaturan total. Tubuh diubah ke
kondisi termurni yang dapat menerima ruh, dan dengan demikian juga tujuan
Penciptaan. Ini mirip dengan sumbu dari lampu minyak, yang menjadi siap
dinyalakan setelah dibasahi dengan minyak.
Peniupan (nafh)
merupakan proses menyalakan ruh di dalam wadahnya. Maka, meniupkan
merupakan sebab dari menyala. Tidak mungkin untuk memahami peniupan Allah
Yang Maha Perkasa. Diri (nafs) yang dihasilkan, dijelaskan oleh peniupan (nafh), yaitu proses penyalaan dalam sumbu dari biji.
Selain itu, terdapat cara dan hasil akhir dari peniupan. Cara, untuk tujuan menyalakan, merupakan transmisi cinta dan kehendak ke dalam
seseorang penerima embusan dari Dia yang bertiup.
Alasan menyalakan
cahaya ruh merupakan sifat yang ada pada Pelaku dan penderita yang menerima
ruh. Sifat Pelaku adalah Kemurahan, yang menjadi sumber dari segala keberadaan. Ia menghias
semua makhluk dengan memasukkan realita ke dalamnya. Sifat ini disebut Keperkasaan. Ini serupa dengan matahari, yang jika tidak ada
penghalang, sinarnya menerangi segala sesuatu yang mampu menerima cahaya.
Kemampuan menerima itu terdapat pada benda-benda yang berwarna, dan keragaman; udara yang tidak berwarna tidak dapat
menerima. Sifat Penerima adalah
‘moderat’ dan ‘homogen’ yang dihasilkan oleh proses-proses persiapan. Allah Yang Maha Perkasa bersabda: “Ketika
Aku mempersiapkannya...”
Sifat penerimaan mirip
dengan sifat cermin. Cermin yang tidak dibersihkan dan dilap, tidak dapat menerima dan menghasilkan bayangan meskipun sesuatu bentuk
berada dekat di depannya. Tetapi jika cermin itu bersih, bentuk benda itu muncul sebagai bayangan di dalamnya.
Begitu pula, jika
keseragaman penerimaan terdapat di dalam biji, ruh menjelma di dalam biji
tanpa perubahan pada sisi Pencipta. Tetapi ruh tidak diciptakan pada saat itu. Penciptaan sudah terlebih dahulu dilakukan, sebelum
lokus diubah dalam proses homogenisasi.
Kelimpahan Kemurahan
berarti bahwa Kemurahan Ilahi menyebabkan cahaya keberadaan bersinar
dalam tiap sifat yang sanggup menerima Kemurahan itu. Ini disebut
kelimpahan Derma. Tentu ini tidak dapat dipersamakan dengan penuangan air
dari cangkir ke tangan seseorang, karena di sini air mencapai tangan
setelah terpisah [dari sumbernya] meninggalkan cangkir. Allah Yang Maha Perkasa tidak dapat dibandingkan demikian.
B) Kebenaran Ruh Merupakan Rahasia
Kebenaran ruh merupakan
rahasia. Adapun Nabi tidak diijinkan untuk menerangkan ini kecuali kepada orang
tertentu yang berhak. Kalau anda berhak, anda akan dapat mendengarkannya.
tRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ÌøBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# wÎ) WxÎ=s% ÇÑÎÈ
Artinya: dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". Pertanyaan seperti ini diajukan
oleh kaum Yahudi kepada Nabi Muhammad Saw. yang bertujuan untuk mengetes dan
menguji serta mencari-cari kelemahan beliau, yang kemudian dijawab olehnya
secara tegas berdasarkan petunjuk wahyu Al-Quran.[8]
Ruh bukan sesuatu yang
memasuki tubuh seperti air memasuki cangkir. Ruh juga bukan sesuatu yang
memasuki kalbu seperti pewarna hitam yang menyerap ke dalam benda hitam, atau
masuknya pengetahuan kepada orang berilmu. Sebaliknya, mereka yang tahu
bersepakat bahwa ruh merupakan sesuatu yang tidak dapat dibagi. Seandainya
dapat dibagi, satu bagian akan tahu, dan bagian lain tidak tahu, jadi keduanya
akan tahu dan tidak tahu, in ini mustahil. Ini merupakan bukti bahwa ruh itu
tidak dapat dibagi.
Mengapa Nabi tidak
diperkenankan untuk membeberkan rahasia dan kebenaran tentang ruh? Karena ruh
mempunyai sifat tertentu yang tidak dapat dimengerti. Pada masa itu, masyarakat
dibagi atas orang biasa dan orang yang tahu. Orang-orang biasa [bahkan] tidak
menyetujui apa yang disampaikan Nabi dan diperkenankan oleh Allah. Bagaimana
mereka dapat mengerti keberadaan Ruh Manusia? Bahkan, beberapa orang biasa menyangkal
Allah dengan memisahkan-Nya dari kebendaan dan pengejawantahan. Mereka pikir
keberadaan Allah adalah tanda kebendaan-Nya. Orang-orang yang mampu berpikir
lebih jauh dari orang-orang biasa segera menjauhkan Allah dari sifat kebendaan,
tetapi mereka menyifatkan arah kepada Allah, karena kemampuan mental mereka tidak
mampu memisahkan-Nya dari sifat kebendaan. Hanya dua mazhab yang mampu
memisahkan Allah dari sifat kebendaan dan arah.
Dan mengapa rahasia
tentang ruh disembunyikan? Karena mereka memustahilkan segala sifat selain yang
Ilahi [yaitu mereka bertindak terlalu jauh ke arah Kerterpisahan atau
Kekhususan (tanzih).] Saat kamu menyebutkan sifat-sifat [manusia] ini, mereka
akan menuduhmu murtad dan berkata: “Ini pembandingan dengan Allah. Kamu
[menerapkan kepada dirimu sendiri] sifat yang hanya dimiliki Allah. Kamu [tidak
mengerti hakikat] sifat-sifat Allah.”
Apakah arti hubungan
Ruh dengan Allah saat Dia bersabda: “Aku tiupkan padanya Ruh-Ku”? Ruh itu bebas
dari ruang dan arah. Ia mampu melihat [mengenal] dan memahami semua ilmu
pengetahuan. Hal ini tidak mungkin dimiliki benda lain. Karena itu,
dikhususkan-Nya untuk Ruh dalam hubungannya dengan Allah.
C) Alam Perintah dan Alam Permulaan
Kamu terdiri dari dua
hal: tubuh dan ruh. Manusia adalah makhluk dalam dua alam. Ia berhubungan
dengan Alam Khalikah (Permulaan, khalq) dengan tubuhnya, dan dengan Alam Kuasa
atau Amar (Perintah, amr) dengan ruhnya. Ini dijelaskan pada kalimat: “Katakanlah:
... Ruh ada di bawah Amar (amr) Tuhan-ku” (17:85). Semua yang dapat diukur
dan dihitung terdapat pada Alam Permulaan. Tetapi ruh dan hati tidak dapat diukur
atau diungkapkan dalam satuan.
Ada pun Alam Kuasa dan
Permulaan, artinya sbb: Telah diketahui bahwa segala sesuatu yang terjadi pada
Ruh adalah dekrit, keputusan, dan ini termasuk penyatuan dengan tubuh dan
sifat-sifatnya. Ini arti Alam Permulaan.
Permulaan ini merupakan
pra-takdir Allah, bukan pengejawantahan-Nya dan bukan penciptaan-Nya. Dalam
konteks ini, Permulaan berarti penentuan, tahap penetapan sesuatu sebelum
dijadikan di dunia. Sesuatu yang tidak memiliki jumlah dan takdir disebut
Perintah Ilahi; merupakan kemiripan dan kaitan dengan Allah. Manusia dan ruh
malaikat, yang serupa dengan ini, disebut Alam Perintah.
Alam Perintah berisi
sesuatu yang tidak memiliki jumlah, tetapi mempunyai ukuran dan dekrit dengan
menyatu dengan Alam Permulaan, seperti benda eksternal yang berkaitan dengan
indera, imajinasi, arah, ruang, diam dan masuk.
Jika keadaan ruh itu
demikian, bukankah dalam hal ini sesuatu yang abadi dan bukan makhluk?
Kesalahan ini [hanya]
dapat terjadi karena kebodohan dan tertipu. Jika seseorang berkata: “Tidak
ditakdirkan dan berkuantitas berarti Ruh bukan makhluk, tidak dapat dibagi dan
tidak mempunyai perluasan,” itu benar. Tapi jika ia berkata: “Ruh bukan makhluk
dalam arti ia abadi dan bukan bersifat sementara,” itu salah. Beberapa orang
percaya bahwa Ruh tidak berawal, bahwa ia pre-eksisten secara abadi, tetapi ini
keliru. Yang lain keliru karena mengira bahwa Ruh merupakan tubuh, tetapi tidak
dapat dibagi dan berlanjut.
Ruh bukan sifat, bukan
tubuh; tidak makan tempat, tidak mempunyai perluasan dan arah; tidak terhubung
dengan tubuh dan dunia; tetapi juga tidak terpisah dari mereka. Tubuh bukan
tempat yang sejati dari Ruh; melainkan hanya merupakan alat. Ruh tidak
terhubung dengan tubuh, dan [namun]
tidak jauh darinya. Ruh menggunakan tubuh untuk melayani tujuannya. Ruh
bukan di dalam tubuh dan dunia, tetapi juga bukan diluarnya.
Semua itu merupakan
sifat esensiil [Zat Ilahi] Allah. Sifat-sifat yang penting adalah: Hidup,
Pengetahuan, Perkasa, Berkehendak, Mendengar, Melihat, dan Berbicara. Ruh
juga memiliki sifat-sifat itu, dan dalam
hal ini mempunyai kelekatan dengan Allah.
D) Percampuran Ruh di dalam Tubuh
Tindakan Allah:
dipandang dari sudut kehendak, ini merupakan awal dari tindakan manusia
sendiri. Efeknya mula-mula timbul di dalam kalbu. Lalu menyebar melalui ruh
Hewani (penggerak), dalam bentuk “uap” halus di dalam rongga hati. Dari situ
naik ke otak, kemudian disebarkan ke seluruh organ tubuh, termasuk ujung jari.
Jari terpengaruh dan bergerak, menggerakkan pena, yang kemudian menggerakkan
ujung pena.
Dari situ , apa yang
akan ditulis tergambar dalam imajinasi. Jika seseorang tidak membentuk sesuatu
dalam imajinasinya terlebih dahulu, tidak akan ada sesuatu yang tertulis di
atas kertas. Ahli filsafat Yunani setengahnya berpendapat bahwa kehendak itu
mereka dalam memilih, dan setengahnya berpendapat bahwa kehendak itu terpaksa
manjalani suatu jalan yang tidak dapat dilampauinya.[9]
Maka hal ini akan
berhubunga dengan hak yang dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara
etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, memperguanakan atau
menuntut sesuatu.[10] Hak
juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan
akalnya, perlawanan denga kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang
yang ada pada pihak lain.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dalam
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki beberapa potensi
yang membangun dari keadaan dari unsur manusianya itu sendiri yaitu akal,
nafs atau jiwa, ruh, dan Qalbu.
2.
Yang
membedakan manusiadengan makhluk lain yag sering dibahas adalah kepemilikan
akal sebagai karunia dari Allah Swt. dengan akal manusia dapat memikirkan
tentang segala hal dikehidupan ini.
3.
Sumbangsihnya,
kesemuanya tersebut akan membawa manusia ketingkat derajat yang tertinggi
dibandingkan dengan makhluk lainnya apabila ia mampu dan berkeinginan
menggunakan potensi tersebut dengan baik sesuai yang diajarkan Allah lewat
rasul-Nya, Nabi Muhammad Saw.
4.
Namun
sebaliknya, bila keempat hal diatas digunakan dan dimanfaatkan tanpa aturan
sesuai kehendak dari manusianya tadi dan cendrung mengabaikan aturan dan
peringatan Allah dan Rasul-Nya, maka sangat mungkin itu akan membawa mansia
djatuh kedalam keadaan seta nasib yang merugi. Sehingga pada akhirnya
mendapatkan tempat seburuk-burunya tempat kembali, yaitu neraka Jahannam.
B.
Kritik dan Saran
Dalam berusaha melengkapi makalah ini, tentu ada sesuatu yang
kurang dan kami sebagai penulis baik dari pembahasan ataupun dari segi tulisan
menyadari akan hal demikian. Maka dari itu kami akan berusaha lebih baik dengan
selalu mengedapankan sumber-sumber yang lebih layak sebagai reverensi.
Kami sangatlah mengharapkan masukan baik berupa kritik ataupun saran
sehingga dapat menjadi sebuah instropeksi dari karya kami juga sebagai semangat
dan landasan baru untuk terus berinovasi dalam berkarya.
“Tiada
ada yang sempurna, bila ketidak sempurnaan tak pernah ditemui dan disadari.”
Walaupun demikian, kami sangat berharap karya ini dapat menjadi
salah satu acuan dalam pembelajaran terutama sebagai reverensi untuk dalam mata
kuliah Tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Syamsul, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2008.
Lings, Martin, “what Is Sufism?” Membedah Tasawuf, Pedoman
Ilmu Jaya, jakarta, 1987.
Al-Jauziyyah, Ibnul Qayim, Menjelajah Alam Roh.., Pustaka
Arafah, Solo, 2004
Ibn Manzhur, Lisan alArab, Kairo: dar alMa’arif, tth, Jilid I, hlm. 147150
Qayim, imam Ibnul, Pesan-pesan Ibnul Qayim, Gema Insani
Press, Jakarta, 1998,
Syukur, Amir, Tasawuf Konstektual Solusi Problem Manusia Modern,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Mustafa, H.A., Akhlak Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2010.
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
Zubair, Ahmad Charris, Kuliah Akhlak, Rajawali Pers,
Jakarta, 1990, cet.II, hlm.59.
[1]
) Arifin, Syamsul, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm.
83
[2]) Ibid.,
hlm. 145
[3]
) Lings, Martin, “what Is Sufism?” Membedah Tasawuf, Pedoman Ilmu Jaya,
jakarta, 1987, hlm. 43
[4]
) Al-Jauziyyah, Ibnul Qayim, Menjelajah Alam Roh.., Pustaka Arafah, Solo, 2004
[6]
) Qayim, imam Ibnul, Pesan-pesan Ibnul Qayim, Gema Insani Press,
Jakarta, 1998, hlm. 81
[7]
) Ibid., hlm. 20
[8]
) Syukur, Amir, Tasawuf Konstektual Solusi Problem Manusia Modern, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 315
[9]
) Mustafa, H.A., Akhlak Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm. 107
[10]
) Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm.137
[11]
) Zubair, Ahmad Charris, Kuliah Akhlak, Rajawali Pers, Jakarta, 1990,
cet.II, hlm.59.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar