Jumat, 12 Desember 2014

Makalah Transformasi filsafat yunani ke Islam

PESAN PENYUSUN: Gunakan literatur ini untuk memperkaya bahasa karya ilmiah/makalah kamu sesuai dengan ketentuan aturan karya ilmiah yang berlaku. Untuk karya Ilmiah jangan cuma copas doank!

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Filsafat Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang keberadaannya telah menimbulkan pro dan kontra. Sebagian mereka yang berfikir maju dan bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam. Sedangkan bagi mereka yang bersifat tradisional yakni berpegang teguh pada dokrin ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits tekstual, cenderung kurang mau menerima filsafat bahkan menolaknya.
Barangkali kita sepakat bahwa dengan mengkaji metodologi penelitian filsafat yang dilakukan para ahli, kita ingin meraih kembali kejayaan Islam di Bidang Ilmu pengetahuan sebagaimana yang pernah dialami di Zaman klasik. Hal ini terasa lebih diperlukan pada saat bangsa Indonesia menghadapi tantangan zaman pada era blobalisasi yang demikian berat. Untuk itu, pada bab ini kita akan mengkaji berbagai metode dan pendekatan yang digunakan para ahli dalam meneliti filsafat, dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian filsafat.

B.      Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan filsafat Islam?
Bagaimanakah model-model dalam penelitian filsafat Islam?
Apa sajakah yang menjadi corak pemikiran filsafat Islam?

C.      Tujuan Pembahasan
Pembahasan ini bertujuan agar memberikan pemahaman tentang pengertian filsafat Islam kepada mahasiswa. Kemudian diharapakan juga dapat memahami berbagai model-model penelitian yang digunakan dalam filsafat Islam sehingga nantinya bisa menjadikan pembaca atau mahasiswa lebih memiliki wawasan mengenai filsafat Islam ini terutama dalam lingkup tranformasi filsafat yunani ke Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN FILSAFAT
Dari segi bahasa, filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam. Kata filsafat dari kata philo yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dalam hubungan ini, Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk ini ia mengatakan bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selanjutnya kata Islam berasal dari kata bahasa Arab aslama, yuslimu islaman yang berarti patuh, tunduk, pasrah, serta memohon selamat dan sentosa. Kata tersebut berasal dari salima yang berarti selamat, sentosa, aman dan damai. Selanjutnya Islam menjadi suatu istilah atau nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul.
Filsuf Heroklaitos (540-480 SM) sudah menggunakan kata filsafat untuk menerangkan hanya Tuhan yang mengetahui hikmah dan pemilik hikmah. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia sebagai pencari dan pencinta hikmah. Kemudian Socrates (470-399 SM) memberi arti filsafat dengan tegas, yaitu pengetahuan sejati, terutama untuk menentang kaum Sofis yang menamakan dirinya para bijaksana (sofos). Dia bersama pengikutnya menyadari bukan orang yang sudah bijaksana, tetapi hanya mencintai kebijaksanaan dan berusaha mencarinya.
Dalam arti pengetahuan sejati (pengetahuan yang benar), kata philosophia bertahan mulai Plato sampai Aristoteles, tetapi obyeknya meliputi juga ilmu, yaitu usaha untuk mencari sebab yang universal. Sedangkan pembentukan kata filsafat menjadi kata Indonesia diambil dari kata Barat fil dan safat dari kata Arab sehingga terjadilah gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.
Ibrahim Madkur memberikan batasan Filsafat Islam itu adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah, alam semesta, wahyu, dan akal. Sedangkan Ahmad Fu’ad al-Ahwani mendefenisikan Filsafat Islam sebagai pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.
Ketika kaum Muslim berusaha mengembangkan kembali klasifikasi sains menurut Aristoteles, mereka memakai kata-kata falsafah. Mereka mengatakan, “Filsafat, yaitu sains rasional, mempunyai dua bagian: teoritis dan praktis.” Filsafat teoritis menggambarkan sesuatu sebagaimana adanya; sedangkan filsafat praktis menggambarkan perilaku manusia sebagaimana seharusnya. Filsafat teoritis terdiri atas tiga bagian: teologi atau filsafat tinggi, matematika atau filsafat menengah, dan ilmu-ilmu kealaman atau filsafat rendah. Filsafat tinggi atau teologi pada gilirannya terdiri atas dua disiplin: fenomenologi umum dan teologi itu sendiri. Matematika terdiri atas empat bagian, setiap bagiannya menjadi satu sains tersendiri: aritmetika, geometri, astronomi, dan musik. Ilmu kealaman mempunyai banyak bagian. Filsafat praktis dibagi menjadi etika, ekonomi domestik, dan kewarganegaraan (civics). Filosof yang lengkap menguasai seluruh sains tersebut.
Islam pada hakikatnya membawa ajaran –ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selanjutnya apakah yang dimaksud dengan filsafat Islam itu? untuk ini terdapat sejumlah pakar yang mengemukakan pendapatnya. Musa Asy’ari, misalnya, mengatakan filsafat islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah.
Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan histories terhadap filsafat Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Oleh karena itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip dasar filsafat Islam, agar dunia pemikiran Islam terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Lebih lanjut Musa Asy’ari berpendapat bahwa filsafat islam dapat diartikan juga sebagai kegiatan pemikiran yang bercorak Islami. Islam disini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran.
Filsafat disebut Islami bukan karena yang melakukan aktivitas kefilsafatan itu orang yang beragama Islam, atau orang yang berkebangsaan Arab atau dari segi objeknya yang membahas mengenai pokok-pokok keislaman. Selanjutnya dijumapi pula pengertian Filsafat Islam yang dikemukakan oleh Amin Abdullah. Dalam hubungan ini ia mengatakan: “ meskipun saya tidak setuju untuk mengatakan bahwa filsafat Islam tidak lain dan tidak bukan adalah rumusan pemikiran Muslim yang ditempeli begitu saja dengan konsep filsafat Yunani, namun sejarah mencatat bahwa mata rantai yang menghubungkan gerakan pemikiran filsafat Islam era kerajaan Abbasiyah dan dunia luar di wilayah Islam, tidak lain adalah proses panjang asimilasi dan akulturasi kebudayaan Islam dan kebudayaan Yunani lewat karya –karya filosof Muslim, seperti Alkindi ( 185 H/801 M. – 260 H/ 873 M), Al-Farabi ( 258 H/ 870 M – 339 H/ 950 M), Ibn Miskawaih ( 320 H./ 923 M – 421 H./ 1030 M.) Ibn Sina ( 370 H/ 980 M. – 428 H/ 1037 M), Al-Ghazali (450 H/1058 M. -505 H/ 1111 M) dan Ibnu Rusyd ( 520H/ 1126 M- 595 H/1198 M). Filsafat profetik ( Kenabian), sebagai contoh, tidak dapa kita peroleh dari karya-karya Yunani.
Filsafat kenabian adalah trade mark filsafat Islam. Juga karya-karya Ibn Bajjah ( wafat 553 H/ 1138 M), Ibn Tufail ( wafat 581 H. / 1185 M) adalah spesifik dan orisinal karya filosof Muslim. Selanjutnya, Damardjati Supadjar berpendapat bahwa dalam istilah filsafat Islam terdapat dua kemungkinan pemahaman konotatif. Pertama, filsafat islam dalam arti filsafat tentang Islam yang dalam bahasa inggris kita kenal sebagai Philosophy of Islam. Dalam hal ini islam menjadi bahan telaah, objek material suatu studi dengan sudut pandang atau objek formalnya, yaitu filsafat. Jadi disini Islam menjadi genetivus objectivus.
Kemungkinan kedua, ialah filsafat Islam dalam arti Islamic Philosophy, yaitu suatu filsafat yang islami. Di sini Islam menajdi genetivus subjektivus, artinya kebenaran Islam terbabar pada datarran kefilsafatan. Dalam pada itu dijumpai pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani yang mengatakan bahwa filsafat Islam ialah pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan bermacam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama Islam. Berdasarkan pendapat diatas, Filsafat Islam dapat diketahui melalui lima cirinya sebagai berikut : Pertama, dilihat dari segi sifat dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan sifat dan coraknya yang demikian itu, filsafat Islam berbeda dengan filsafat Yunani atau filsafat pada umumnya yang semata-mata mengandalkan akal pikiran ( rasio). Kedua dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya, filsafat Islam mencakup pembahasan bidang fisika atau alam raya yang selanjutnya disebut bidang kosmologi, masalah ketuhanan dan hal-hal lain yang bersifat non materi yang disebut bidang metafisika, masalah kehidupan di dunia, kehidupan akhirat, masalah ilmu pengetahuan, kebudayaan dan lain sebagainya. kecuali masalah zat Tuhan.
Ketiga, dilihat dari segi datangnya, filsafat Islam sejalan dengan perkembangan ajaran Islam itu sendiri, tepatnya ketika bagian dari ajaran Islam memerlukan penjelasan secara rasional dan filosofis, keempat, dilihat dari segi yang mengembangkannya, filsafat Islam dalam arti materi pemikiran filsafatnya, bukan kajian sejarah, disajikan oleh orang-orang yang beragama Islam, seperti Al-Kindi, Alfarabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Tufail, Ibn Bajjah. Kelima, dilihat dari segi kedudukannya, filsafat Islam sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam, tasawuf , sejarah kebudayaan Islam dan Pendidikan Islam.
Berbagai bidang yang menjadi garapan filsafat Islam telah diteliti oleh para ahli dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan secara seksama, dan hasilnya telah dapat kita jumpai saat ini. Beberapa hasil penelitian tentang filsafat islam tersebut perlu dikaji, selain bahan informasi untuk mengembangkan wawasan kita mengenai filsafat Islam, juga untuk mengetahui metode dan pendekatan yang digunakan para peneliti tersebut, sehingga pada gilirannya kita dapat mengembangkan pemikiran filsafat Islam dalam rangka menjawab berbagai masalah yang muncul di masyarakat.

B.      MODEL – MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
Di bawah ini kita sajikan berbagai model penelitian filsafat Islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat Islam selanjutnya.
1.      Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul The Idea Of Universality Ethical Norm In Ghazali and Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri ( sumber primer ), maupun yang ditulis oleh orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu ( sumber skunder ).
Bahan –bahan selanjutnya diteliti keotentikannya secara seksama, diklasifikasikan menurut variable yang ingin ditelitinya, dalam hal ini masalah etik, dibandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya, dideskripsikan ( diuraikan menurut logika berfikir tertentu), dianalsis dan disimpulkan. Selanjutnya, dilihat dari segi pendekatan yang digunakan, M.Amin Abdullah kelihatannya mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan studi komparasi antara pemikiran kedua tokoh tersebut ( Al-Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya dalam bidang etika. Hasil penelitian Amin Abdullah dalam bidang filsafat Islam selanjutnya dapat dijumpai dalam berbagai karyanya baik yang ditulis tersendiri, maupun gabungan dengan karya-karya orang lain.
Dalam bukunya yang berjudul Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, M. Amin Abdullah mengatakan ada kekaburan dan kesimpangsiuran yang patut disayangkan didalam cara berfikir kita, tidak terkecuali di lingkungan perguruan tinggi dan kalangan akademis. Tampaknya kita sulit membedakan antara filsafat dan sejarah filsafat, anatar filsafat Islam dan Sejarah Filsafat Islam. Biasanya kita korbankan kajian filsafat, karena kita selalu dihantui oleh trauma sejarah abad pertengahan, ketika sejarah filsafat Islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan perhelatan pemikiran antara Al-Ghazali dan Ibn Sina, yang sangat menentukan jalannya sejarah pemikiran umat Islam.
Kritik Amin Abdullah tersebut timbul setelah ia melihat melalui penelitiannya, bahwa sebagian penelitian Filsafat Islam yang dilakukan para ahli selama ini berkisar pada masalah sejarah Filsafat Islam, dan bukan pada Materi Filsafatnya itu sendiri.
Penelitian yang polanya mirip dengan Amin Abdullah tersebut dilakukan pula oleh Sheila McDonough dalam karyanya yang berjudul Muslim Ethics and Modernity : A comparative Study of The Ethical Thought of Sayyid Ahmad Khan and Maulana Mawdudi. Buku tersebut telah diterbitkan oleh Wilfrid Laurier University Press, kanada, pada tahun 1984. Dalam buku tersebut yang menjadi objek penelitian adalah Ahmad Khan dan Mawlana Mawludi yang keduanya adalah orang Pakistan dan telah dikenal di dunia Islam.
Penelitian tersebut termasuk kategori penelitian kualitatif, berdasar pada sumber kepustakaan yang ditulis oleh kedua tokoh tersebut atau oleh orang lain mengenai tokoh tersebut. Sedangkan corak penelitiannya adalah penelitian deskriftis analitis, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tokoh dan komparatif studi. Melalui penelitian demikian akan dapat dihasilkan kajian mendalam dalam salah satu bidang kajian, serta latar belakang pemikiran yang menyebabkan mengapa kedua tokoh tersebut mengemukakan pendapatnya seperti itu.

2.      Model Otto Horrassowitz,
Majid fakhry dan Harun Nasution Dalam bukunya yang berjudul History of Muslim Philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh M.M Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi para pilosof Muslim.
Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat Islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosof abad klasik, yaitu alkindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn Rusyd dan Nasir Al-Din Al-Tusi. Dari Al-Kindi di jumpai pemikiran filsafat tentang Tuhan, keterhinggaan dan Ruh serta Akal. Dari Al-Razi dijumpai pemikiran filsafat tentang teologi, moral metode, metafisika, Tuhan, Ruh, matei, ruang dan waktu. Selanjutnya dari Al-Farabi dijumpai pemikiran tentang logika, kesatuan filsafat, teori kesepuuh kecerdasan, teori tentang akal, teori kenabian, serta penafsiran tentang tafsir al-Qur’an.
Dari Miskawaih dijumpai pemikiran filsafat tentang moral, pengobatan rohani, dan filsafat sejarah. Dalam pada itu dari Ibn Sina dikemukakan pemikiran filsafat tentang wujud, hubungan jiwa dan raga, ajaran kenabian, Tuhan dan dunia. Dari Ibn Bajjah dijumpai pemikiran filsafat tentang materi dan bentuk, psikologi, akal dan pengetahuan, Tuhan, sumber pengetahuan, politik, etika dan tasawwuf. Dari Ibnu Tuffail dikemukakan pemikiran filsafat tentang akal dan wahyu sebagai yang dapat saling melengkapi yang dikemas dalam novelnya fiktifya yang berjudul Hay Ibn Yaqzan yang telah dterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. tujuan risalah, dokrin tentang dunia, tuhan, kosmologi cahaya, epistomologi, etika, filsafat, dan agama. Ibn Rusyd, dikemukakan pemikiaran filsafat tentang hubungan filsafat dan agama, jalan menuju Tuhan, jalan menuju pengetahuan, jalan menuju Ilmu, dan jalan menuju wujud. Dalam pada itu dari Nasir Al-Din Tusi dikemukakan pemikiran filsafat tentang akhlak nasiri, ilmu rumah tangga, politik sumber filsafat praktis, psikologi, metafisika, Tuhan, creation ex nibilo, kenabian, baik dan buruk serta logika. Dengan demikian jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian kualitatif. Sumbernya kajian pustaka.
Metodenya deskriftis analitis, sedangkan pendekatannya histories dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya adalah tokoh. Penelitian serupa itu juga dilakukan oleh Majid Fakhry. Dalam bukunya yang berjudul A History of Islamic Philosophy dan diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara menjadi sejarah Filsafat Islam, Majid Fakhry selain menyajikan hasil penelitiannya tentang ilmu kalam, mistisisme, dan kecenderungan –kecenderungan modern dan kontemporer juga berbicara tentang filsafat.
Dalam pada itu Harun Nasuition, juga melakukan penelitian filsafat dengan menggunakan pendekatan tokoh dan pendekatan Historis. Bentuk penelitiannya deskriptif dengan menggunakan bahan-bahan bacaan baik yang ditulis oleh tokoh yang bersangkutan maupun penulis lain yang berbicara mengenai tokoh tersebut. Dengan demikian penelitiannya bersifat kualitatif.
Melalui pendekatan tokoh, Harun Nasution mencoba menyajikan pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya yaitu : Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali dan Ibn Rusyd. Pendekatan Historis, Nasution menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikiran filsafat Islam yang dimulai dengan kontak pertama antara Islam dan Ilmu pengetahuan serta falsafah Yunani.

3.      Model Ahmad Fuad Al- Ahwani
Ahmad Fuad Al-Ahwani termasuk pemikiran modern dari mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat Islam. Salah satu karyanya dalam bidang filsafat berjudul Filsafat Islam. Dalam bukunya ini ia selain menyajikan sekitar problema filsafat Islam juga menyajikan tentang zaman penerjemahan. Dikawasan Maghribi ia kemukakan nama Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibn Sina.
Selain mengemukakan riwayat hidup serta karya dari masing-masing tokoh filosof tersebut, dikemukanan tentang jasa dari masing-masing filosof tersebut serta pemikirannya dalam bidang filsafat. Sehingga metode penelitian yang ditempuhnya bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskrfitif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang bersifat campuran yaitu pendekatan historis, pendekatan kawasan, dan tokoh.
Melalui pendekatan Historis dia menjelaskan tentang latar belakang timbulnya pemikiran filsafat dalam Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh-tokoh filsof menurut tempat tinggal mereka dan dengan pendekatan tokoh. ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya.



C.      CORAK PEMIKIRAN DALAM FILSAFAT ISLAM
1.      Peripatetisme
Filsafat peripatetik dapat kita lihat pada gejala Aristotelianisme. Para filsuf Islam yang masuk dalam kategori filsuf peripatetik diantaranya adalah Al-Razi, Al-Farabi, Ikhwan al-Shafa, Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Ibnu Bajjah (wafat 533 H/ 1138 M), Ibnu Tufail (wafat 581 H/ 1185 M) dan Ibnu Rushd (520-595 H/1126-1198 M). Abad ke-11 menjadi saksi atas munculnya sejumlah ilmuwan  yang meletakkan dasar-dasar ilmiah yang genuine. Puncak dari perjalanan ini ada pada kelahiran kembali Aristotelianisme. Peripatetik yang dalam bahasaArab dikenal dengan nama al-Masyai’yyah berarti orang yang berjalan diambil dari kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan dalam mengajar.

2.       Illuminasionisme
Filsafat iluminasi yang dalam bahasa Arab disebut dengan Hikmat al-Isyraq dapat kita ikuti jejaknya mulai dari al-Maqtul Syihab al-Din al-Suhrawardi. Ia lahir di Aleppo, Suriah pada 1154 dan dihukum mati oleh Shaladin pada 1191 atas tuduhan kafir seperti yang diklaim oleh para teolog dan fuqaha. Dalam banyak risalah, al-Suhrawardi menyatakan bahwa pendapat-pendapatnya sesuai dengan metode peripatetik konvensional yang ia sebut sebagai metode diskursif yang baik. Namun metode tersebut tidak lagi memadai bagi mereka yang berusaha mencari Tuhan atau bagi yang ingin memadukan metode diskursif dengan pengalaman batin sekaligus. Menurut al-Suhrawardi, agar dapat melakukan tugas ini, seseorang dapat mengambil jalur filsafat iluminasi  atau Hikmat al-Isyraq.  
Inti dari ajaran hikmat al-Isyraq al-Suhrawardi adalah tentang sifat dan pembiasan cahaya. Cahaya ini, menurutnya, tidak dapat didefinisikan karena merupakan realitas yang paling nyata dan yang menampakkan segala sesuatu. Cahaya ini juga merupakan substansi yang masuk ke dalam komposisi semua substansi yang lain. Segala sesuatu selain “Cahaya Murni” adalah zat yang membutuhkan penyangga atau sebagai substansi gelap. Objek-objek materil yang mampu menerima cahaya dan kegelapan sekaligus disebut barzakh.
Dalam hubungannya dengan objek-objek yang berada di bawahnya, cahaya memiliki dua bentuk, yakni cahaya yang terang pada dirinya dan cahaya yang menerangi yang lain. Cahaya yang terakhir ini merupakan penyebab tampaknya segala sesuatu yang tidak bisa tidak beremanasi darinya. Di puncak urutan wujud terdapat cahaya-cahaya murni yang membentuk anak tangga menaik. Pada bagian tertinggi dari urutan anak tangga ini disebut Cahaya di atas Cahaya yang menjadi sumber eksistensi semua cahaya yang ada di bawahnya, baik yang bersifat murni maupun campuran. Oleh al-Suhrawardi cahaya ini juga disebut Cahaya Mandiri, Cahaya Suci atau Wajib al-Wujud.

3.      Hikmah al-Muta’aliyah
Filsuf yang juga banyak diinspirasikan oleh Hikmat al-Isyraq al-Suhrawardi namun kemudian memodifikasinya ajaran tersebut sedemikian rupa sehinga menjadi ilm al-huduri (knowledge by presence) adalah Mulla Shadra. Mulla Shadra lahir di Syiraz, Persia  pada tahun 1572 dan belajar pada guru-guru Isyraqi yang pada saat itu sedang menggejala di dalam tradisi filsafat Persia. Karya yang menjadi magnum opus Mulla Shadra  adalah Hikmat al-Muta’aliyah (hikmat transendental) yang lebih dikenal dengan al-asfar al-arba’ah (empat perjalanan). Empat perjalanan yang dimaksud oleh Mulla Shadra dikemukakan dalam al-asfar al-arba’ah sebagai berikut: pertama perjalanan dari makhluk menuju Tuhan, kedua perjalanan menuju Tuhan melalui bimbingan Tuhan, ketiga perjalanan dari Tuhan menuju makhluk melalui bimbingan  Tuhan, dan yang keempat adalah perjalanan di dalam makhluk melalui bimbingan Tuhan.
Salah satu pemikiran Mulla Shadra yang sampai kini masih fenomenal dalam tradisi filsafat di Persia adalah tentang ‘ilm al-huduri atau knowledge by presence. Ilmu ini biasanya dipertentangkan dengan knowledge by representation (‘ilm al-husuli). Menurut Mulla Shadra perbedaan antara ‘ilm al-huduri dengan ‘ilm al-Husuli ada pada hubungan antara subjek penahu dengan objek yang diketahui. Dalam ‘ilm al-husuli (knowledge by representation), hubungan antara subjek dengan objek jelas terpisah sehingga ada konsep dualisme di dalamnya. Sementara pada ‘ilm al-huduri (knowledge by presence) dualisme itu hilang. Yang ada adalah kesatuan antara subjek penahu dan objek yang diketahui. 
Kedua metode ini pada perkembangan berikutnya diakui sangat mempengaruhi kebudayaan Islam. Pendukung dari kedua paham ini diantaranya adalah tokoh-tokoh besar didalam dunia Islam. Namun terlepas dari itu semua, didunia Islam sendiri dikenal juga beberapa metode lainnya yang juga sangat berpengaruh  seperti metode tasawuf (irfan) dan metode kalam (teologi).



















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan
Pengertian filsafat Islam adalah pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan bermcam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama Islam. Berdasarkan beberapa pemikiran, filsafat Islam dapat diketahui melalui 5 cirinya :
1. Dilihat dari segi sifat dan coraknya
2. Dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya
3. Dilihat dari segi Datangnya
4. Dilihat dari segi yang mengembangkannya
5. Dilihat dari segi kedudukannya
Berbagai hasil penelitian yang dilakukan para ahli mengenai filsafat Islam tersebut memberi kesan kepada kita, bahwa pada umumnya penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber rujukannya. Metode yang digunakan pada umumnya bersifat deskriftif analitis. Sedangkan pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan dan substansial.

B.      Kritik dan Saran
Saran Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak berkenaan dengan seluruh isi Makalah ini sangat kami harapkan, atas segala perhatiannya dan bantuan serta kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.






DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Abuddin Nata MA. 1998, Metodologi Studi Islam, PT, Rja Grapindo Persada, Jakarta.
Murtadha Muthahari, Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Shadra (Bandung: Mizan, 2002),  h. 45
Clement, C. J. Webb, A History of Philosophy (London: Oxford University Press, 1949), h. 7
Harun Nasution, Falsafat Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 9
Ibrahim Madkur, Fi Falsafah al-Islamiyyah wa Manhaj wa Tathbiquh, Jilid I (Kairo:Dar al-Ma’arif, 1968), h. 19
Ahmad Fuad al-Ahwani, al-Falsafah al-Islamiyyah (Kairo: Dar al-Qalam, 1962), h. 10
Murtadha Muthahhari, op.cit., h. 47
Seyyed Hossein Nasr, (ed), Enslikopedi Tematis Spiritualitas Islam, h. 533
Munawar Rahman, Rekonstruksi dan Renungan Relidius Islam, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 328
Barzakh oleh Majid Fakhry diingdriskan menjadi isthmuse, yaitu sepetak tanah yang dikitari air atau galengan.
Majid Fakhry, Sejarah Filsfat Islam Sebuah Peta Kronologis, (Mizan, Jakarta 2002), h. 131










Tidak ada komentar:

Posting Komentar