PESAN PENYUSUN: Gunakan literatur ini untuk memperkaya bahasa karya ilmiah/makalah kamu sesuai dengan ketentuan aturan karya ilmiah yang berlaku. Untuk karya Ilmiah jangan cuma copas doank!
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat Islam merupakan salah satu bidang studi Islam
yang keberadaannya telah menimbulkan pro dan kontra. Sebagian mereka yang
berfikir maju dan bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat
Islam. Sedangkan bagi mereka yang bersifat tradisional yakni berpegang teguh
pada dokrin ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits tekstual, cenderung kurang mau
menerima filsafat bahkan menolaknya.
Barangkali kita sepakat bahwa dengan mengkaji
metodologi penelitian filsafat yang dilakukan para ahli, kita ingin meraih
kembali kejayaan Islam di Bidang Ilmu pengetahuan sebagaimana yang pernah
dialami di Zaman klasik. Hal ini terasa lebih diperlukan pada saat bangsa
Indonesia menghadapi tantangan zaman pada era blobalisasi yang demikian berat.
Untuk itu, pada bab ini kita akan mengkaji berbagai metode dan pendekatan yang
digunakan para ahli dalam meneliti filsafat, dengan terlebih dahulu
mengemukakan pengertian filsafat.
B.
Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan filsafat Islam?
Bagaimanakah model-model dalam penelitian filsafat Islam?
Apa sajakah yang menjadi corak pemikiran filsafat Islam?
C.
Tujuan Pembahasan
Pembahasan ini bertujuan agar memberikan pemahaman
tentang pengertian filsafat Islam kepada mahasiswa. Kemudian diharapakan juga
dapat memahami berbagai model-model penelitian yang digunakan dalam filsafat
Islam sehingga nantinya bisa menjadikan pembaca atau mahasiswa lebih memiliki
wawasan mengenai filsafat Islam ini terutama dalam lingkup tranformasi filsafat
yunani ke Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN FILSAFAT
Dari segi bahasa, filsafat Islam terdiri dari gabungan
kata filsafat dan Islam. Kata filsafat dari kata philo yang berarti cinta, dan
kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat
berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dalam hubungan ini, Al-Syaibani
berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta
terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk ini ia mengatakan bahwa filsafat
berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat dan
berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selanjutnya kata Islam berasal dari kata bahasa Arab
aslama, yuslimu islaman yang berarti patuh, tunduk, pasrah, serta memohon
selamat dan sentosa. Kata tersebut berasal dari salima yang berarti selamat,
sentosa, aman dan damai. Selanjutnya Islam menjadi suatu istilah atau nama bagi
agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui
Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul.
Filsuf Heroklaitos (540-480 SM) sudah
menggunakan kata filsafat untuk menerangkan hanya Tuhan yang mengetahui hikmah
dan pemilik hikmah. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia sebagai pencari
dan pencinta hikmah. Kemudian Socrates (470-399 SM) memberi arti filsafat
dengan tegas, yaitu pengetahuan sejati, terutama untuk menentang kaum Sofis
yang menamakan dirinya para bijaksana (sofos). Dia bersama pengikutnya
menyadari bukan orang yang sudah bijaksana, tetapi hanya mencintai
kebijaksanaan dan berusaha mencarinya.
Dalam arti pengetahuan sejati
(pengetahuan yang benar), kata philosophia bertahan mulai Plato sampai
Aristoteles, tetapi obyeknya meliputi juga ilmu, yaitu usaha untuk mencari sebab
yang universal. Sedangkan pembentukan kata filsafat menjadi kata Indonesia
diambil dari kata Barat fil dan safat dari kata Arab sehingga terjadilah
gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.
Ibrahim Madkur memberikan batasan
Filsafat Islam itu adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab
tantangan zaman, yang meliputi Allah, alam semesta, wahyu, dan akal. Sedangkan
Ahmad Fu’ad al-Ahwani mendefenisikan Filsafat Islam sebagai pembahasan tentang
alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.
Ketika kaum Muslim berusaha
mengembangkan kembali klasifikasi sains menurut Aristoteles, mereka memakai
kata-kata falsafah. Mereka mengatakan, “Filsafat, yaitu sains rasional,
mempunyai dua bagian: teoritis dan praktis.” Filsafat teoritis menggambarkan
sesuatu sebagaimana adanya; sedangkan filsafat praktis menggambarkan perilaku
manusia sebagaimana seharusnya. Filsafat teoritis terdiri atas tiga bagian:
teologi atau filsafat tinggi, matematika atau filsafat menengah, dan ilmu-ilmu
kealaman atau filsafat rendah. Filsafat tinggi atau teologi pada gilirannya
terdiri atas dua disiplin: fenomenologi umum dan teologi itu sendiri.
Matematika terdiri atas empat bagian, setiap bagiannya menjadi satu sains
tersendiri: aritmetika, geometri, astronomi, dan musik. Ilmu kealaman mempunyai
banyak bagian. Filsafat praktis dibagi menjadi etika, ekonomi domestik, dan
kewarganegaraan (civics). Filosof yang lengkap menguasai seluruh sains
tersebut.
Islam pada hakikatnya membawa ajaran –ajaran yang bukan
hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia.
Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Selanjutnya apakah yang dimaksud dengan filsafat Islam itu? untuk
ini terdapat sejumlah pakar yang mengemukakan pendapatnya. Musa Asy’ari,
misalnya, mengatakan filsafat islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran
yang terus berkembang dan berubah.
Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan histories
terhadap filsafat Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi
yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik pemikiran yang
berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi
pada setiap zaman. Oleh karena itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip dasar
filsafat Islam, agar dunia pemikiran Islam terus berkembang sesuai dengan
perubahan zaman. Lebih lanjut Musa Asy’ari berpendapat bahwa filsafat islam
dapat diartikan juga sebagai kegiatan pemikiran yang bercorak Islami. Islam
disini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran.
Filsafat disebut Islami bukan karena yang melakukan
aktivitas kefilsafatan itu orang yang beragama Islam, atau orang yang
berkebangsaan Arab atau dari segi objeknya yang membahas mengenai pokok-pokok
keislaman. Selanjutnya dijumapi pula pengertian Filsafat Islam yang dikemukakan
oleh Amin Abdullah. Dalam hubungan ini ia mengatakan: “ meskipun saya tidak
setuju untuk mengatakan bahwa filsafat Islam tidak lain dan tidak bukan adalah
rumusan pemikiran Muslim yang ditempeli begitu saja dengan konsep filsafat
Yunani, namun sejarah mencatat bahwa mata rantai yang menghubungkan gerakan
pemikiran filsafat Islam era kerajaan Abbasiyah dan dunia luar di wilayah
Islam, tidak lain adalah proses panjang asimilasi dan akulturasi kebudayaan
Islam dan kebudayaan Yunani lewat karya –karya filosof Muslim, seperti Alkindi
( 185 H/801 M. – 260 H/ 873 M), Al-Farabi ( 258 H/ 870 M – 339 H/ 950 M), Ibn
Miskawaih ( 320 H./ 923 M – 421 H./ 1030 M.) Ibn Sina ( 370 H/ 980 M. – 428 H/
1037 M), Al-Ghazali (450 H/1058 M. -505 H/ 1111 M) dan Ibnu Rusyd ( 520H/ 1126
M- 595 H/1198 M). Filsafat profetik ( Kenabian), sebagai contoh, tidak dapa
kita peroleh dari karya-karya Yunani.
Filsafat kenabian adalah trade mark filsafat Islam.
Juga karya-karya Ibn Bajjah ( wafat 553 H/ 1138 M), Ibn Tufail ( wafat 581 H. /
1185 M) adalah spesifik dan orisinal karya filosof Muslim. Selanjutnya,
Damardjati Supadjar berpendapat bahwa dalam istilah filsafat Islam terdapat dua
kemungkinan pemahaman konotatif. Pertama, filsafat islam dalam arti filsafat
tentang Islam yang dalam bahasa inggris kita kenal sebagai Philosophy of Islam.
Dalam hal ini islam menjadi bahan telaah, objek material suatu studi dengan
sudut pandang atau objek formalnya, yaitu filsafat. Jadi disini Islam menjadi
genetivus objectivus.
Kemungkinan kedua, ialah filsafat Islam dalam arti
Islamic Philosophy, yaitu suatu filsafat yang islami. Di sini Islam menajdi
genetivus subjektivus, artinya kebenaran Islam terbabar pada datarran
kefilsafatan. Dalam pada itu dijumpai pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani yang
mengatakan bahwa filsafat Islam ialah pembahasan meliputi berbagai soal alam
semesta dan bermacam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan
yang turun bersama lahirnya agama Islam. Berdasarkan pendapat diatas, Filsafat
Islam dapat diketahui melalui lima cirinya sebagai berikut : Pertama, dilihat
dari segi sifat dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang
bersumberkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan sifat dan coraknya yang demikian
itu, filsafat Islam berbeda dengan filsafat Yunani atau filsafat pada umumnya
yang semata-mata mengandalkan akal pikiran ( rasio). Kedua dilihat dari segi
ruang lingkup pembahasannya, filsafat Islam mencakup pembahasan bidang fisika
atau alam raya yang selanjutnya disebut bidang kosmologi, masalah ketuhanan dan
hal-hal lain yang bersifat non materi yang disebut bidang metafisika, masalah
kehidupan di dunia, kehidupan akhirat, masalah ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
lain sebagainya. kecuali masalah zat Tuhan.
Ketiga, dilihat dari segi datangnya, filsafat Islam
sejalan dengan perkembangan ajaran Islam itu sendiri, tepatnya ketika bagian
dari ajaran Islam memerlukan penjelasan secara rasional dan filosofis, keempat,
dilihat dari segi yang mengembangkannya, filsafat Islam dalam arti materi
pemikiran filsafatnya, bukan kajian sejarah, disajikan oleh orang-orang yang
beragama Islam, seperti Al-Kindi, Alfarabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd,
Ibn Tufail, Ibn Bajjah. Kelima, dilihat dari segi kedudukannya, filsafat Islam
sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam,
tasawuf , sejarah kebudayaan Islam dan Pendidikan Islam.
Berbagai bidang yang menjadi garapan filsafat Islam
telah diteliti oleh para ahli dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan
secara seksama, dan hasilnya telah dapat kita jumpai saat ini. Beberapa hasil
penelitian tentang filsafat islam tersebut perlu dikaji, selain bahan informasi
untuk mengembangkan wawasan kita mengenai filsafat Islam, juga untuk mengetahui
metode dan pendekatan yang digunakan para peneliti tersebut, sehingga pada
gilirannya kita dapat mengembangkan pemikiran filsafat Islam dalam rangka
menjawab berbagai masalah yang muncul di masyarakat.
B.
MODEL – MODEL PENELITIAN
FILSAFAT ISLAM
Di bawah ini kita sajikan berbagai model penelitian
filsafat Islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan
perbandingan bagi pengembangan filsafat Islam selanjutnya.
1.
Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya, M. Amin Abdullah
mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam. Hasil penelitiannya
ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul The Idea Of Universality Ethical Norm
In Ghazali and Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil
metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang
mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh
tokoh yang diteliti itu sendiri ( sumber primer ), maupun yang ditulis oleh
orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu ( sumber skunder ).
Bahan –bahan selanjutnya diteliti keotentikannya secara
seksama, diklasifikasikan menurut variable yang ingin ditelitinya, dalam hal
ini masalah etik, dibandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya,
dideskripsikan ( diuraikan menurut logika berfikir tertentu), dianalsis dan
disimpulkan. Selanjutnya, dilihat dari segi pendekatan yang digunakan, M.Amin
Abdullah kelihatannya mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan
studi komparasi antara pemikiran kedua tokoh tersebut ( Al-Ghazali dan Immanuel
Kant), khususnya dalam bidang etika. Hasil penelitian Amin Abdullah dalam
bidang filsafat Islam selanjutnya dapat dijumpai dalam berbagai karyanya baik
yang ditulis tersendiri, maupun gabungan dengan karya-karya orang lain.
Dalam bukunya yang berjudul Studi Agama Normativitas
atau Historisitas?, M. Amin Abdullah mengatakan ada kekaburan dan
kesimpangsiuran yang patut disayangkan didalam cara berfikir kita, tidak
terkecuali di lingkungan perguruan tinggi dan kalangan akademis. Tampaknya kita
sulit membedakan antara filsafat dan sejarah filsafat, anatar filsafat Islam
dan Sejarah Filsafat Islam. Biasanya kita korbankan kajian filsafat, karena
kita selalu dihantui oleh trauma sejarah abad pertengahan, ketika sejarah
filsafat Islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan perhelatan pemikiran
antara Al-Ghazali dan Ibn Sina, yang sangat menentukan jalannya sejarah
pemikiran umat Islam.
Kritik Amin Abdullah tersebut timbul setelah ia melihat
melalui penelitiannya, bahwa sebagian penelitian Filsafat Islam yang dilakukan
para ahli selama ini berkisar pada masalah sejarah Filsafat Islam, dan bukan
pada Materi Filsafatnya itu sendiri.
Penelitian yang polanya mirip dengan Amin Abdullah
tersebut dilakukan pula oleh Sheila McDonough dalam karyanya yang berjudul
Muslim Ethics and Modernity : A comparative Study of The Ethical Thought of
Sayyid Ahmad Khan and Maulana Mawdudi. Buku tersebut telah diterbitkan oleh
Wilfrid Laurier University Press, kanada, pada tahun 1984. Dalam buku tersebut
yang menjadi objek penelitian adalah Ahmad Khan dan Mawlana Mawludi yang
keduanya adalah orang Pakistan dan telah dikenal di dunia Islam.
Penelitian tersebut termasuk kategori penelitian
kualitatif, berdasar pada sumber kepustakaan yang ditulis oleh kedua tokoh
tersebut atau oleh orang lain mengenai tokoh tersebut. Sedangkan corak
penelitiannya adalah penelitian deskriftis analitis, sedangkan pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan tokoh dan komparatif studi. Melalui penelitian
demikian akan dapat dihasilkan kajian mendalam dalam salah satu bidang kajian, serta
latar belakang pemikiran yang menyebabkan mengapa kedua tokoh tersebut
mengemukakan pendapatnya seperti itu.
2.
Model Otto Horrassowitz,
Majid fakhry dan Harun Nasution Dalam bukunya yang
berjudul History of Muslim Philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh
M.M Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi para pilosof Muslim.
Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap
seluruh pemikiran filsafat Islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosof abad
klasik, yaitu alkindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Ibn Bajjah,
Ibn Tufail, Ibn Rusyd dan Nasir Al-Din Al-Tusi. Dari Al-Kindi di jumpai
pemikiran filsafat tentang Tuhan, keterhinggaan dan Ruh serta Akal. Dari
Al-Razi dijumpai pemikiran filsafat tentang teologi, moral metode, metafisika,
Tuhan, Ruh, matei, ruang dan waktu. Selanjutnya dari Al-Farabi dijumpai
pemikiran tentang logika, kesatuan filsafat, teori kesepuuh kecerdasan, teori
tentang akal, teori kenabian, serta penafsiran tentang tafsir al-Qur’an.
Dari Miskawaih dijumpai pemikiran filsafat tentang
moral, pengobatan rohani, dan filsafat sejarah. Dalam pada itu dari Ibn Sina
dikemukakan pemikiran filsafat tentang wujud, hubungan jiwa dan raga, ajaran
kenabian, Tuhan dan dunia. Dari Ibn Bajjah dijumpai pemikiran filsafat tentang
materi dan bentuk, psikologi, akal dan pengetahuan, Tuhan, sumber pengetahuan,
politik, etika dan tasawwuf. Dari Ibnu Tuffail dikemukakan pemikiran filsafat
tentang akal dan wahyu sebagai yang dapat saling melengkapi yang dikemas dalam
novelnya fiktifya yang berjudul Hay Ibn Yaqzan yang telah dterjemahkan kedalam
Bahasa Indonesia. tujuan risalah, dokrin tentang dunia, tuhan, kosmologi
cahaya, epistomologi, etika, filsafat, dan agama. Ibn Rusyd, dikemukakan
pemikiaran filsafat tentang hubungan filsafat dan agama, jalan menuju Tuhan,
jalan menuju pengetahuan, jalan menuju Ilmu, dan jalan menuju wujud. Dalam pada
itu dari Nasir Al-Din Tusi dikemukakan pemikiran filsafat tentang akhlak
nasiri, ilmu rumah tangga, politik sumber filsafat praktis, psikologi, metafisika,
Tuhan, creation ex nibilo, kenabian, baik dan buruk serta logika. Dengan
demikian jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian kualitatif.
Sumbernya kajian pustaka.
Metodenya deskriftis analitis, sedangkan pendekatannya
histories dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang
ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya adalah tokoh. Penelitian
serupa itu juga dilakukan oleh Majid Fakhry. Dalam bukunya yang berjudul A
History of Islamic Philosophy dan diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara
menjadi sejarah Filsafat Islam, Majid Fakhry selain menyajikan hasil
penelitiannya tentang ilmu kalam, mistisisme, dan kecenderungan –kecenderungan
modern dan kontemporer juga berbicara tentang filsafat.
Dalam pada itu Harun Nasuition, juga melakukan
penelitian filsafat dengan menggunakan pendekatan tokoh dan pendekatan
Historis. Bentuk penelitiannya deskriptif dengan menggunakan bahan-bahan bacaan
baik yang ditulis oleh tokoh yang bersangkutan maupun penulis lain yang
berbicara mengenai tokoh tersebut. Dengan demikian penelitiannya bersifat
kualitatif.
Melalui pendekatan tokoh, Harun Nasution mencoba
menyajikan pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya yaitu :
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali dan Ibn Rusyd. Pendekatan Historis,
Nasution menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikiran filsafat Islam yang
dimulai dengan kontak pertama antara Islam dan Ilmu pengetahuan serta falsafah
Yunani.
3.
Model Ahmad Fuad Al- Ahwani
Ahmad Fuad Al-Ahwani termasuk pemikiran modern dari
mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat Islam. Salah satu
karyanya dalam bidang filsafat berjudul Filsafat Islam. Dalam bukunya ini ia
selain menyajikan sekitar problema filsafat Islam juga menyajikan tentang zaman
penerjemahan. Dikawasan Maghribi ia kemukakan nama Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibn
Sina.
Selain mengemukakan riwayat hidup serta karya dari
masing-masing tokoh filosof tersebut, dikemukanan tentang jasa dari
masing-masing filosof tersebut serta pemikirannya dalam bidang filsafat.
Sehingga metode penelitian yang ditempuhnya bersifat penelitian kepustakaan,
yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan. Sifat dan coraknya
adalah penelitian deskrfitif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah
pendekatan yang bersifat campuran yaitu pendekatan historis, pendekatan
kawasan, dan tokoh.
Melalui pendekatan Historis dia menjelaskan tentang
latar belakang timbulnya pemikiran filsafat dalam Islam, sedangkan dengan
pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh-tokoh filsof menurut tempat tinggal
mereka dan dengan pendekatan tokoh. ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran
filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya.
C.
CORAK PEMIKIRAN DALAM
FILSAFAT ISLAM
1.
Peripatetisme
Filsafat peripatetik dapat kita lihat pada gejala
Aristotelianisme. Para filsuf Islam yang masuk dalam kategori filsuf
peripatetik diantaranya adalah Al-Razi, Al-Farabi, Ikhwan al-Shafa, Ibn
Miskawaih, Ibn Sina, Ibnu Bajjah (wafat 533 H/ 1138 M), Ibnu Tufail (wafat 581
H/ 1185 M) dan Ibnu Rushd (520-595 H/1126-1198 M). Abad ke-11 menjadi saksi
atas munculnya sejumlah ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar ilmiah yang genuine.
Puncak dari perjalanan ini ada pada kelahiran kembali Aristotelianisme.
Peripatetik yang dalam bahasaArab dikenal dengan nama al-Masyai’yyah berarti
orang yang berjalan diambil dari kebiasaan Aristoteles yang selalu
berjalan-jalan dalam mengajar.
2.
Illuminasionisme
Filsafat iluminasi yang dalam bahasa Arab
disebut dengan Hikmat al-Isyraq dapat kita ikuti jejaknya mulai dari
al-Maqtul Syihab al-Din al-Suhrawardi. Ia lahir di Aleppo, Suriah pada 1154 dan
dihukum mati oleh Shaladin pada 1191 atas tuduhan kafir seperti yang diklaim
oleh para teolog dan fuqaha. Dalam banyak risalah, al-Suhrawardi menyatakan
bahwa pendapat-pendapatnya sesuai dengan metode peripatetik konvensional yang
ia sebut sebagai metode diskursif yang baik. Namun metode tersebut tidak lagi
memadai bagi mereka yang berusaha mencari Tuhan atau bagi yang ingin memadukan
metode diskursif dengan pengalaman batin sekaligus. Menurut al-Suhrawardi, agar
dapat melakukan tugas ini, seseorang dapat mengambil jalur filsafat
iluminasi atau Hikmat al-Isyraq.
Inti dari ajaran hikmat al-Isyraq al-Suhrawardi adalah
tentang sifat dan pembiasan cahaya. Cahaya ini, menurutnya, tidak dapat
didefinisikan karena merupakan realitas yang paling nyata dan yang menampakkan
segala sesuatu. Cahaya ini juga merupakan substansi yang masuk ke dalam
komposisi semua substansi yang lain. Segala sesuatu selain “Cahaya Murni”
adalah zat yang membutuhkan penyangga atau sebagai substansi gelap. Objek-objek
materil yang mampu menerima cahaya dan kegelapan sekaligus disebut barzakh.
Dalam hubungannya dengan objek-objek yang berada di
bawahnya, cahaya memiliki dua bentuk, yakni cahaya yang terang pada dirinya dan
cahaya yang menerangi yang lain. Cahaya yang terakhir ini merupakan penyebab
tampaknya segala sesuatu yang tidak bisa tidak beremanasi darinya. Di puncak
urutan wujud terdapat cahaya-cahaya murni yang membentuk anak tangga menaik.
Pada bagian tertinggi dari urutan anak tangga ini disebut Cahaya di atas Cahaya
yang menjadi sumber eksistensi semua cahaya yang ada di bawahnya, baik yang
bersifat murni maupun campuran. Oleh al-Suhrawardi cahaya ini juga disebut Cahaya
Mandiri, Cahaya Suci atau Wajib al-Wujud.
3.
Hikmah al-Muta’aliyah
Filsuf yang juga banyak diinspirasikan oleh Hikmat
al-Isyraq al-Suhrawardi namun kemudian memodifikasinya ajaran tersebut
sedemikian rupa sehinga menjadi ilm al-huduri (knowledge by presence)
adalah Mulla Shadra. Mulla Shadra lahir di Syiraz, Persia pada tahun 1572
dan belajar pada guru-guru Isyraqi yang pada saat itu sedang menggejala di
dalam tradisi filsafat Persia. Karya yang menjadi magnum opus Mulla
Shadra adalah Hikmat al-Muta’aliyah (hikmat transendental) yang
lebih dikenal dengan al-asfar al-arba’ah (empat perjalanan). Empat
perjalanan yang dimaksud oleh Mulla Shadra dikemukakan dalam al-asfar
al-arba’ah sebagai berikut: pertama perjalanan dari makhluk menuju Tuhan,
kedua perjalanan menuju Tuhan melalui bimbingan Tuhan, ketiga perjalanan dari
Tuhan menuju makhluk melalui bimbingan Tuhan, dan yang keempat adalah
perjalanan di dalam makhluk melalui bimbingan Tuhan.
Salah satu pemikiran Mulla Shadra yang sampai kini
masih fenomenal dalam tradisi filsafat di Persia adalah tentang ‘ilm
al-huduri atau knowledge by presence. Ilmu ini biasanya
dipertentangkan dengan knowledge by representation (‘ilm al-husuli).
Menurut Mulla Shadra perbedaan antara ‘ilm al-huduri dengan ‘ilm
al-Husuli ada pada hubungan antara subjek penahu dengan objek yang
diketahui. Dalam ‘ilm al-husuli (knowledge by representation),
hubungan antara subjek dengan objek jelas terpisah sehingga ada konsep dualisme
di dalamnya. Sementara pada ‘ilm al-huduri (knowledge by presence)
dualisme itu hilang. Yang ada adalah kesatuan antara subjek penahu dan objek
yang diketahui.
Kedua metode ini
pada perkembangan berikutnya diakui sangat mempengaruhi kebudayaan Islam.
Pendukung dari kedua paham ini diantaranya adalah tokoh-tokoh besar didalam
dunia Islam. Namun terlepas dari itu semua, didunia Islam sendiri dikenal juga
beberapa metode lainnya yang juga sangat berpengaruh seperti metode tasawuf (irfan) dan metode kalam (teologi).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Pengertian filsafat Islam adalah
pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan bermcam-macam masalah
manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama
Islam. Berdasarkan beberapa pemikiran, filsafat Islam dapat diketahui melalui 5
cirinya :
1. Dilihat dari segi sifat dan
coraknya
2. Dilihat dari segi ruang lingkup
pembahasannya
3. Dilihat dari segi Datangnya
4. Dilihat dari segi yang
mengembangkannya
5. Dilihat dari segi kedudukannya
Berbagai hasil penelitian yang
dilakukan para ahli mengenai filsafat Islam tersebut memberi kesan kepada kita,
bahwa pada umumnya penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan,
yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber rujukannya.
Metode yang digunakan pada umumnya bersifat deskriftif analitis. Sedangkan
pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan dan substansial.
B.
Kritik dan Saran
Saran Kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak berkenaan dengan seluruh isi Makalah ini sangat kami
harapkan, atas segala perhatiannya dan bantuan serta kerjasamanya kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Abuddin Nata MA. 1998, Metodologi Studi Islam,
PT, Rja Grapindo Persada, Jakarta.
Murtadha Muthahari, Filsafat
Hikmah: Pengantar Pemikiran Shadra (Bandung: Mizan, 2002), h. 45
Clement, C. J. Webb, A History of
Philosophy (London: Oxford University Press, 1949), h. 7
Harun Nasution, Falsafat Agama
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 9
Ibrahim Madkur, Fi Falsafah
al-Islamiyyah wa Manhaj wa Tathbiquh, Jilid I (Kairo:Dar al-Ma’arif, 1968),
h. 19
Ahmad Fuad al-Ahwani, al-Falsafah
al-Islamiyyah (Kairo: Dar al-Qalam, 1962), h. 10
Murtadha Muthahhari, op.cit.,
h. 47
Seyyed Hossein Nasr, (ed), Enslikopedi Tematis
Spiritualitas Islam, h. 533
Munawar Rahman, Rekonstruksi dan Renungan Relidius
Islam, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 328
Barzakh oleh Majid Fakhry diingdriskan menjadi isthmuse, yaitu sepetak tanah
yang dikitari air atau galengan.
Majid Fakhry, Sejarah Filsfat Islam Sebuah Peta
Kronologis, (Mizan, Jakarta 2002), h. 131
Tidak ada komentar:
Posting Komentar